Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Beberapa dosen dari Universitas Jember (Unej) dan Universitas Airlangga (Unair) yang mengatasnamakan Akademisi Peduli Jember menyampaikan enam catatan kritis untuk mengawal penanganan Coronavirus disease (COVID-19) di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
"Kami mencoba mengawal kebijakan penanganan COVID-19, terutama di Jember dan sekitarnya dengan pendekatan multidisiplin kebijakan, administrasi, kesehatan, HAM, hukum, dan sosial," kata juru bicara Akademisi Peduli Jember Hermanto Rohman dalam rilis yang diterima ANTARA di Jember, Rabu.
Menurutnya koalisi akademisi itu juga bertujuan mengembangkan strategi partisipasi publik untuk mendorong dan memaksimalkan keterbukaan informasi, proses komunikatif, dan pertanggungjawaban pada publik terkait penanganan COVID-19.
"Selain itu, juga mengefektifkan upaya progresif perlindungan dan pemenuhan hak-hak publik, termasuk bagi mereka yang masuk kategori pasien terkonfirmasi positif, PDP, ODP, OTG dan keluarganya," tuturnya.
Hasil pertemuan virtual delapan akademisi Unej dan Unair menyimpulkan ada masalah mendasar yang perlu dipertimbangkan dan diperhatikan penanganan COVID-19 di Jember yang meliputi enam poin di antaranya koordinasi Satgas COVID-19 kurang berjalan baik, sementara informasi yang disampaikan kepada publik masih terbatas.
"Tidak mengherankan bila kebijakan pembentukan Satgas COVID-19 dirasakan tidak jelas, tidak komunikatif, dan terksesan tidak sesuai standar yang mengakibatkan kesimpangsiuran informasi pada publik, bahkan terkesan tidak mendidik," katanya.
Para akademisi sebenarnya mengapresiasi upaya Bupati Jember menginisiasi antisipasi penyebaran dengan memfungsikan Stadion Jember Sport Garden (JSG) serta kebijakan lain guna mengendalikan penyebaran corona, namun apakah penanganan itu atas dasar protokol COVID-19 dilaksanakan sesuai pedoman, ataukah justru sebaliknya bertentangan.
"Warga yang dikarantina di JSG lebih dari 300 orang, sehingga perlu dipertimbangkan jarak aman antarmereka, penyediaan konsumsi yang layak, dan antisipasi faktor pendukug lainnya yang berisiko tertular virus corona di JSG apakah sudah dilakukan secara hati-hati dan ketat," ujarnya.
Poin ketiga yang disampaikan yakni Pemkab Jember perlu menegaskan dan menjelaskan kepada publik bagaimana jaring pengaman sosial dirancang untuk merespon situasi dampak sosial ekonomi bagi warga yang terpuruk usahanya, atau mempengaruhi kehidupan kesehariannya.
"Permasalahan bantuan sosial atau pemenuhan kebutuhan dasar rakyat terdampak COVID-19 harus transparan, sehingga harus melibatkan partisipasi secara terbuka pada publik untuk memudahkan pertanggungjawabannya," ucap dosen FISIP Universitas Jember itu.
Kemudian kebijakan penganggaran penanganan COVID-19 juga harus terbuka pada publik karena hingga saat ini kebijakan refocussing alokasi anggaran COVID-19 senilai Rp470 miliar dirasakan tidak transparan, informasinya sangat terbatas, dan dikhawatirkan potensi besar penyalahgunaan anggaran yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
"Kami juga memberikan catatan kepada Pemkab bahwa kebijakan yang dilakukan dalam penanganan COVID-19 perlu memikirkan dampak terkait hak-hak perempuan dan anak," katanya.
Selain itu, lanjut dia, Pemkab Jember tidak mengupayakan penanganan dengan standar perlindungan hak anak, terutama atas situasi traumatis, psikologi kesedihan mendalam, terlebih lagi stigmatisasi masyarakat dalam salah satu kasus salah satu pasien anak yang terkonfirmasi positif, sehingga sangat jauh dari standar perlindungan anak.
"Para akademisi berkomitmen dan peduli mendukung upaya progresif pemerintah untuk penanganan COVID-19 secara sungguh-sungguh mengacu pada pedoman, dengan menjunjung tinggi prinsip keterbukaan dan akuntabilitas, serta lebih komunikatif dan partisipatif," ujarnya.
Akademisi Peduli Jember Kawal COVID-19 terdiri dari Linda Dwi Eriyanti ( Ketua Pusat Studi Gender Unej), Hermanto Rohman (Dosen Fisip Unej), Adam Muhshi (Dosen FH dan Peneliti CHRM2 Unej), Al Khanif (Ketua Serikat Pengajar HAM Indonesia dan Dosen FH Unej), Irma Prasetyowati (Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Unej), Amira Paripurna (Ketua Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) dan Dosen FH Unair), Herlambang P. Wiratraman (Dosen dan Peneliti Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) Unair), dan Candra Bumi (Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Unej).
Sementara Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Jember Gatot Triyono menyampaikan terima kasih atas masukan para akademisi untuk memperbaiki penanganan COVID-19 di Jember, sehingga aspirasi dan catatan kritis tersebut akan disampaikan kepada pimpinan Satgas COVID-19. (*)