Surabaya (ANTARA) - Tantangan yang dihadapi industri gula nasional dalam beberapa tahun terakhir makin dinamis dan komplek sehingga membutuhkan terobosan kebijakan serta solusi untuk menjawab tantangan itu, kata Ketua Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) Dwi Satriyo Annurogo.
"Kita dihadapkan pada masalah terkait pengembangan industri gula, baik di sisi on farm, off farm maupun diversifikasi. Kemudian juga biaya produksi dan lain-lain, sehingga perlu bersama-sama merumuskan solusi terbaik untuk setiap masalah tersebut," ungkap Dwi Satriyo di sela kegiatan National Sugar Summit 2019 di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.
Menurut ia, masalah yang dihadapi industri gula nasional masih berkaitan dengan kuantitas dan kualitas gula.
Dari sisi kuantitas, produksi gula secara nasional baru sekitar 2,2 juta ton atau hanya sekitar 38 persen dari total kebutuhan yang mencapai 5,7 juta ton. Makin menyusutnya lahan budi daya tebu, rendahnya produktivitas dan kualitas tebu menjadi beberapa kendala untuk meningkatkan produksi gula.
"Upaya mencari lahan-lahan baru harus dilakukan, seperti kerja sama dengan Perhutani atau membuka lahan di luar Jawa. Kalau di Jawa lahan tebu terus menyusut dan berubah fungsi," tambah Dwi Satriyo.
Dalam lima tahun terakhir, tambahnya, lahan budi daya tebu di Jawa mengalami penyusutan lebih dari 27 ribu hektare dan saat ini tersedia sekitar 175 ribu hektare.
Dari sisi kualitas, pelaku industri gula nasional dituntut untuk melakukan perbaikan kualitas gula sehingga bisa memenuhi syarat yang dibutuhkan berbagai kalangan pengguna gula.
"Jadi kalau bicara swasembada gula, saat ini jelas masih sangat jauh sehingga perlu ada langkah konkret menghadapi masalah yang kian komplek itu. Kalau tidak ada solusi, industri gula kita akan stagnan, bahkan bisa terus menurun," tambah Dwi Satriyo, yang juga Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara X (Persero).
Pada kesempatan sama, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat juga mengakui bahwa masalah yang dihadapi industri gula nasional masih seputar produktivitas dan kualitas tebu, lahan budi daya, dan efisiensi produksi.
"Untuk pembukaan lahan baru, sekarang ini ada kerja sama PTPN dengan Perhutani dalam pemanfaatan lahan untuk budi daya tebu. Selain itu, ada pembukaan lahan baru di luar Jawa, seperti Sumatera dan Sulawesi," katanya.
Namun demikian, lanjut Budi, pembukaan lahan tebu di lokasi baru juga harus didukung dengan keberadaan pabrik yang memadai, termasuk pemberian insentif kepada petani tebu dan jaminan harga gula menguntungkan.
Sementara itu, kegiatan Nasional Sugar Summit 2019 yang diselenggarakan Ikagi dan AGI bertujuan merumuskan kembali solusi dari permasalahan industri gula nasional.
Dari solusi itu diharapkan ada penyusunan kembali peta jalan pengembangan industri gula nasional diseratai instrumen pendukungnya yang kondusif, lintas sektoral dan terintegrasi, terutama menyangkut aspek produksi, distribusi, kelembagaan, pendanaan, dan hilirisasi.
Sekain itu, perlu ada kemudahan pendanaan dari perbankan, penyediaan teknologi budi daya, penyediaan pupuk dan benih tebu unggul, bantuan bongkar ratoon, penyuluhan, perbaikan infrastruktur jalan, jembatan, dan saluran irigasi untuk mendukung pengembangan tebu rakyat.
"Kami undang seluruh pelaku industri gula untuk bersama-sama memberi masukan dan solusi demi memajukan industri gula nasional," ujar Ketua Ikagi Dwi Satriyo Annurogo.