Surabaya (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan menolak putusan Pengadilan Negeri Mojokerto yang menjatuhkan hukuman tambahan pidana kebiri kimia terhadap Muhammad Aris (20), terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap sembilan anak sejak 2015.
"Sikap Komnas HAM sejak awal, sejak dibentuknya peraturan tersebut (kebiri) di Perpu itu kami menolak," kata Komisioner Komnas HAM Mochammad Choirul Anam di Mapolda Jawa Timur di Surabaya, Senin.
Anam menuturkan penolakan terhadap hukuman kebiri itu karena dinilai melanggar HAM. Sebab ada Konvensi Antipenyiksaan yang di dalamnya ada pelarangan penghukuman yang sifatnya penyiksaan dan merendahkan martabat.
Alasan kedua Komnas HAM menolak hukuman itu adalah karena dalam 10 tahun terakhir ini tata kelola pemidanaan di Indonesia telah direformasi, termasuk juga hukumannya.
"Nah, dengan adanya hukuman kebiri kan ini mundur. Sebenarnya penghukuman dengan kebiri Ini zaman 'baheula', zaman kerajaan. Pada akhirnya penghukuman itu diganti dengan hukuman badan atau kurungan kok ini tiba-tiba balik lagi seperti Zaman Jahiliyah," katanya.
Meski menolak hukuman kebiri, Anam menegaskan pihaknya mengecam keras siapapun pelaku pemerkosaan karena perbuatan itu merendahkan martabat manusia. Namun bukan berarti pelakunya harus dihukum kebiri.
Anam menilai hukuman kebiri tidak membuat efek jera. Yang bisa membuat efek jera adalah dengan menghukum seberat-beratnya yakni hukuman kurungan seumur hidup.
"Bagi Komnas HAM hukuman seberat-beratnya sebenarnya hukuman seumur hidup. Tapi kalau ini dilakukan oleh residivis misalnya pemerkosaan, dia bisa dihukum seumur hidup dan dipastikan hukuman seumur hidup itu bisa ditambah dengan hukuman sosial," ujarnya.
Anam menyatakan keadaban hukum di Indonesia sebenarnya sudah mulai maju di berbagai model penghukuman, seperti sudah ditinggalkannya penghukuman fisik cambuk. Oleh sebab itu dirinya tak ingin hukuman Indonesia kembali ke zaman dahulu.(*)