Pamekasan (ANTARA) - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pamekasan, Jawa Timur, Abdullah Saidi menyatakan, kasus dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh panitia pemilihan kecamatan (PPK) Larangan dan Proppo, penanganannya akan dilanjutkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Itu sesuai dengan putusan sidang Bawaslu RI atas temuan dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi di Kecamatan Larangan dan Proppo, Pamekasan," kata Abdullah Saidi kepada ANTARA, Minggu malam.
Saidi mengemukakan hal ini, menjelaskan tindak lanjut temuan Bawaslu Pamekasan atas dugaan penyimpangan pada pelaksanaan rekapitulasi hari pemungutan suara pemilu 17 April 2019 yang disidangkan oleh Bawaslu RI beberapa hari.
Dalam sidang itu terungkap bahwa Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kecamatan Propoh dan Kecamatan Larangan di Kabupaten Pamekasan mengakui mengeluarkan form DA1 asli berstempel basah dalam tiga versi berbeda.
Dua PPK tersebut mengaku terpaksa hal itu, karena diintimidasi dari peserta pemilu.
Ketua PPK Kecamatan Larangan Zainuddin dalam agenda mendengarkan keterangan saksi dalam sidang penanganan pelanggaran administrasi pemilu dengan laporan Nomor 02/LP/PL/ADM/RI/00.00/V/2019, di Ruang Sidang Utama Gedung Bawaslu, Jakarta, pada 27 Mei 2019.
Kala itu, Zainuddin mengatakan, pada awalnya rangkaian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan berjalan lancar dan aman.
Namun, usai rapat pleno rekapitulasi di tingkat kabupaten, muncul intimidasi dari salah satu caleg DPR RI yang memintanya untuk mengeluarkan form DA1 dengan tiga versi berbeda walaupun tidak sesuai data sebenarnya, dan intimidasi itu terus berlanjut.
"Kami sebenarnya tidak berniat melakukan itu, tetapi kami dan keluarga kami diintimidasi oleh orang-orang suruhan peserta pemilu," katanya, tanpa menyebutkan siapa caleg yang menyuruh melakukan intimidasi itu.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua PPK Proppo Pamekasan Yongki.
Dalam petitumnya, Zainuddin meminta majelis sidang Bawaslu untuk menyatakan laporan dugaan pelanggaran administrasi yang diajukan pelapor saksi Nasdem Syamsul Arifin, beralasan dan dapat diterima.
Bahkan, dirinya mengusulkan majelis membuka form DA1 Plano sebagai acuan yang sah terhadap hasil pemilu di Kecamatan Larangan.
Dalam sidang itu, kedua PPK dari dua kecamatan di Kabupaten Pamekasan tersebut mengaku resah dengan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu ad hoc, karena banyaknya tekanan dari pihak-pihak yang ingin berlaku curang dengan menghalalkan berbagai cara.
Zainuddin mencontohkan rumahnya sempat didatangi belasan orang, sambil mengancam keamanan keluarganya jika tidak mengeluarkan form DA1 dalam berbagai versi.
Mereka juga mengaku enggan jika diminta kembali sebagai PPK untuk pemilu selanjutnya. Keduanya bahkan sempat menangis kala mengingat perbuatan yang mengakui sebenarnya tidak ada niatan melakukannya.
"Dengan beban kerja yang seperti ini, kami tidak ingin lagi menjadi penyelenggara pemilu," keluh Zainuddin kala itu.
Sementara terkait rencana pelaksanaan sidang kode etik di DKPP, Ketua Bawaslu Pamekasan Abdullah Saidi menyatakan, hingga kini pihaknya belum menerima informasi lebih dari Bawaslu RI.
"Rekomendasi Bawaslu RI agar kasus di dua kecamatan di Pamekasan ini disidangkan di DKPP, karena keduanya dinilai sudah tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu," katanya, menjelaskan.