Anggota DPR Minta Cukai Rokok tak Lagi Dinaikkan
Senin, 6 Agustus 2018 15:46 WIB
UMKM adalah yang daya tahannya paling kuat saat krisis. Waktu di Badan Agggaran saya mengatakan kepada Dirjen Keuangan maupun Menteri Keuangan jangan menaikkan cukai rokok lagi. Cukai rokok sudah terbesar. Terbesar ketiga daripada pendapatan negara dan masuk dalam 15 persen dari APBN dari sisi pajak
"Saya ingin menekankan kepada pemerintah bahwa cukai rokok jangan dinaikkan lagi karena jumlah total pajak cukai, baik PPN dan juga pajak daerah totalnya mendekati 70 persen dari total harga rokok," kata politikus Parai Gerindra itu di sela kunjungannya.
Dia mengatakan, jika cukai rokok semakin dinaikkan maka ditakutkan akan mematikan dan membuat daya beli masyarakat menurun. Hal itu tentu membuat masyarakat akan kena dampak kerugian yang luar biasa.
Dampak pertama, kata dia, akan dirasakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang di mana 15 persennya adalah penjual rokok.
"Mereka yang merokok akan menggerus biaya lain yang menyulitkan kehidupan mereka. Merokok tidak bisa berhenti dan menjadi kebutuhan pokok bagi mereka. Pemerintah harus memerhatikan ini. Merokok adalah budaya dari nenek moyang. Mereka merokok dan `nginang`," ujarnya.
Dampak lain adalah tenaga buruh. Jika daya beli turun, buruh berkurang dan mengakibatkan tenaga kerja yang akan di-PHK. Dampak dari sisi ekonomi mulai dari kos, penjual makanan dan lainnya juga akan berkurang.
"UMKM adalah yang daya tahannya paling kuat saat krisis. Waktu di Badan Agggaran saya mengatakan kepada Dirjen Keuangan maupun Menteri Keuangan jangan menaikkan cukai rokok lagi. Cukai rokok sudah terbesar. Terbesar ketiga daripada pendapatan negara dan masuk dalam 15 persen dari APBN dari sisi pajak," ucapnya.
Dia mengemukakan, pada tahun 2018 industri SKT sudah turun dibanding 2017 kurang lebih 5 persen. Jumlah itu membuat pelinting banyak yang di-PHK.
"Kalau mereka di-PHK siapa yang mau menerima, apalagi kalau masuk tenaga kerja asing. Maka saya minta ini dipertahankan," ujarnya.
Sementara itu Direktur Produksi Pabrik SKT PT Karyadibya Mahardika Surabaya Maksin Arisandi mengaku memang ada penurunan salah satunya karena pajak. Namun datanya sendiri belum pasti.
"Karyawan di pabrik Rungkut ini ada 1.500. Satu hal yang unik dan bagus, mayoritas unskill sehingga tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi," ujarnya.(*)