Tulungagung (Antara Jatim) - Dokter emergency Instalasi Gawa Darurat RSUD dr Iskak, dr Bobi Prabowo
menjelaskan, penyebab kebutaan hingga kematian korban overdosis minuman
keras oplosan adalah kandungan metanol (senyawa kimia CH3OH) yang
melebihi ambang batas 30 gram.
Dokter muda spesialis kedaruratan medis ini mengatakan alkohol jenis metanol sebenarnya tidak boleh dikonsumsi.
Alasannya, kata dia, senyawa kimia ini dikenal sangat beracun namun
justru kerap disalahgunakan seorang alkoholik atau produsen rumahan
minuman keras ilegal untuk dicampur alkohol konsumsi yang seharusnya
hanya terdiri dari unsur ethanol (C2H5OH) yang merupakan jenis alkohol
rantai tunggal.
"Ada beberapa jenis alkohol. Alkohol yang bisa dikonsumsi manusia,
dan alkohol yang digunakan untuk industri rumahan, ini misalkan yang
paling banyak untuk pekerjaan kayu, yakni alkohol berbentuk thiner atau
spiritus," papar Bobi Prabowo yang juga Ketua Persatuan Dokter Emergency
Seluruh Indonesia (Perdamsi) itu.
Dijelaskannya, ada tiga jenis alkohol dikenal dalam ilmu kimia,
yakni ethanol (C2H5OH) yang bisa diminum, metanol (CH3OH) tidak bisa
dikonsumsi dan Etil (C2H5) yang juga tidak bisa dikonsumsi.
Dua jenis alkohol yang disebut terakhir biasa digunakan untuk
kebutuhan pelapisan permukaan furniture dan membersihkan noda membandel
pada lantai ataupun permukaan benda padat lain.
Khususnya metanol, laman wikipedia.org menjelaskan bahwa senyawa ini biasa disebut alkohol kayu atau spiritus.
Metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak
berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih
ringan daripada etanol).
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan
bakar dan sebagai bahan "additif" bagi etanol industri, sedangkan etil
banyak digunakan untuk pembersih noda membandel pada lantai atau dinding
rumah.
"Berkaitan dengan kondisi korban OD sepekan terakhir itu, yang
dimaksud keracunan alkohol itu adalah alkohol oplosan. Campuran alkohol
ini bisa sengaja dioplos untuk memberikan efek sensasi (mabuk) sehingga
dilakukan pengoplosan untuk mendapat dosis lebih tinggi," katanya.
Sedangkan minuman keras oplosan itu sendiri ada dua kemungkinan,
pertama dioplos oleh orang yang mengkonsumsinya itu sendiri atau hasil
olahan industri rumahan tidak resmi (ilegal) sehingga tidak mendapat
pengawasan Badan POM.
"Ini yang menjadi masalah, selama ini masyarakat kurang faham akan
efek dari alkohol oplosan tersebut. Kandungan metanol yang dicampur
dalam ethanol tadi itu bersifat `lethal` atau membunuh, dimana dalam
kadar lebih dari 30 gram," katanya.
Bobi menyebut, gejala utama orang keracunan metanol dari alkohol
oplosan pada manusia biasanya adalah mual-muntah, kemudian mata kabur.
Akhirnya korban ini jatuh dalam koma, dan meninggal.
Namun efek mematikan alkohol oplosan selalu tidak langsung. Peminum
alkohol oplosan yang mengandung methanol berat biasanya akan mengalami
kondisi mabuk dulu, dimetabolisme dalam tubuh dan baru 2-3 hari kemudian
merasakan efek keracunan.
"Alkohol itu kan dimetabolisme di liver yang menghasilkan formit
acid atau asam format. Nah, asal format ini yang kemudian menumpuk di
mata, pembuluh darah, jantung, ginjal. Ini yang membuat suasana tubuh
kita menjadi lebih asam, dan itu menyebabkan organ menjadi tidak bekerja
dengan baik," paparnya.
Proses keracunan itu menurut penjelasa Bobi, paling cepat efek
dirasakan dalam tempo 12 jam setelah meminum alkohol oplosan, dan paling
lama biasanya tiga hari kemudian.
"Kenapa kasus-kasu keracunan metanol di sini yang kami temukan.
Saya mengamati fenomena OD ini sejak 2010 hingga 2017 ini, dan smeua
kasus klasik. Habis minum minuman keras oplosan, baru 2-3 hari dibawa ke
IGD RSUD dr Iskak, dengan kondisi yang sudah memburuk, tergantung
jumlah metanol yang masuk dalam tubuh," ujarnya.
Bobi menyatakan, pada haru ketiga orang setelah meminum alkohol
oplosan dangan kadar metanol 30 gram lebih hampir dipastikan bakal
meninggal, meskipun penanganan kedaruratan medis sudah dilakukan dengan
cepat dan tepat namun harapan hidup tetap kecil.
"Karena sudah terlambat. Kebanyakan hari ketiga sisa metabolisme
banyak menumpuk, banyak organ-organ yang terkena. Itu yang menyebabkan
pasien-pasien itu hari ketiga datang, tidak selamat. Jarang ditemui,
setelah minum kemudian dia langsung ke rumah sakit. Gak ada itu,"
katanya.
Oleh karena itu, Bobi berharap ada edukasi menyeluruh kepada
masyarakat, baik oleh dinkes, badan POM, kepolisian maupun media massa
tentang bahaya alkohol oplosan antara ethanol yang boleh dikonsumsi
dengan metanol yang beracun dan tidak laik konsumsi.
"Karena selama ini masyarakat itu dilarang (mengoplos atau minum
alkohol oplosan) tapi mereka tidak tahu, sebenarnya apa risikonya dari
pencampuran alkohol tanpa pengawasan ahli itu, bahwa itu bisa
menyebabkan meninggal," kata Bobi.
Tahunya masyarakat, lanjut Bobi, agar jangan minum terlalu banyak karena bisa menyebabkan meninggal.
"Padahal logikanya tidak begitu. Ingat, tidak pernah ada cerita
orang meninggal karena minum terlalu banyak. Kalau itu efeknya yang
terjadi hanya mabuk, lalu kecelakaan dan meninggal. Ini beda lho. Mau
banyak atau sedikit jika kandungan metanol lebih dari 30 gram efeknya
bisa mengancam nyawa. Itu yang harus diketahui masyarakat," kata Bobi.
(*)
menjelaskan, penyebab kebutaan hingga kematian korban overdosis minuman
keras oplosan adalah kandungan metanol (senyawa kimia CH3OH) yang
melebihi ambang batas 30 gram.
Dokter muda spesialis kedaruratan medis ini mengatakan alkohol jenis metanol sebenarnya tidak boleh dikonsumsi.
Alasannya, kata dia, senyawa kimia ini dikenal sangat beracun namun
justru kerap disalahgunakan seorang alkoholik atau produsen rumahan
minuman keras ilegal untuk dicampur alkohol konsumsi yang seharusnya
hanya terdiri dari unsur ethanol (C2H5OH) yang merupakan jenis alkohol
rantai tunggal.
"Ada beberapa jenis alkohol. Alkohol yang bisa dikonsumsi manusia,
dan alkohol yang digunakan untuk industri rumahan, ini misalkan yang
paling banyak untuk pekerjaan kayu, yakni alkohol berbentuk thiner atau
spiritus," papar Bobi Prabowo yang juga Ketua Persatuan Dokter Emergency
Seluruh Indonesia (Perdamsi) itu.
Dijelaskannya, ada tiga jenis alkohol dikenal dalam ilmu kimia,
yakni ethanol (C2H5OH) yang bisa diminum, metanol (CH3OH) tidak bisa
dikonsumsi dan Etil (C2H5) yang juga tidak bisa dikonsumsi.
Dua jenis alkohol yang disebut terakhir biasa digunakan untuk
kebutuhan pelapisan permukaan furniture dan membersihkan noda membandel
pada lantai ataupun permukaan benda padat lain.
Khususnya metanol, laman wikipedia.org menjelaskan bahwa senyawa ini biasa disebut alkohol kayu atau spiritus.
Metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak
berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih
ringan daripada etanol).
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan
bakar dan sebagai bahan "additif" bagi etanol industri, sedangkan etil
banyak digunakan untuk pembersih noda membandel pada lantai atau dinding
rumah.
"Berkaitan dengan kondisi korban OD sepekan terakhir itu, yang
dimaksud keracunan alkohol itu adalah alkohol oplosan. Campuran alkohol
ini bisa sengaja dioplos untuk memberikan efek sensasi (mabuk) sehingga
dilakukan pengoplosan untuk mendapat dosis lebih tinggi," katanya.
Sedangkan minuman keras oplosan itu sendiri ada dua kemungkinan,
pertama dioplos oleh orang yang mengkonsumsinya itu sendiri atau hasil
olahan industri rumahan tidak resmi (ilegal) sehingga tidak mendapat
pengawasan Badan POM.
"Ini yang menjadi masalah, selama ini masyarakat kurang faham akan
efek dari alkohol oplosan tersebut. Kandungan metanol yang dicampur
dalam ethanol tadi itu bersifat `lethal` atau membunuh, dimana dalam
kadar lebih dari 30 gram," katanya.
Bobi menyebut, gejala utama orang keracunan metanol dari alkohol
oplosan pada manusia biasanya adalah mual-muntah, kemudian mata kabur.
Akhirnya korban ini jatuh dalam koma, dan meninggal.
Namun efek mematikan alkohol oplosan selalu tidak langsung. Peminum
alkohol oplosan yang mengandung methanol berat biasanya akan mengalami
kondisi mabuk dulu, dimetabolisme dalam tubuh dan baru 2-3 hari kemudian
merasakan efek keracunan.
"Alkohol itu kan dimetabolisme di liver yang menghasilkan formit
acid atau asam format. Nah, asal format ini yang kemudian menumpuk di
mata, pembuluh darah, jantung, ginjal. Ini yang membuat suasana tubuh
kita menjadi lebih asam, dan itu menyebabkan organ menjadi tidak bekerja
dengan baik," paparnya.
Proses keracunan itu menurut penjelasa Bobi, paling cepat efek
dirasakan dalam tempo 12 jam setelah meminum alkohol oplosan, dan paling
lama biasanya tiga hari kemudian.
"Kenapa kasus-kasu keracunan metanol di sini yang kami temukan.
Saya mengamati fenomena OD ini sejak 2010 hingga 2017 ini, dan smeua
kasus klasik. Habis minum minuman keras oplosan, baru 2-3 hari dibawa ke
IGD RSUD dr Iskak, dengan kondisi yang sudah memburuk, tergantung
jumlah metanol yang masuk dalam tubuh," ujarnya.
Bobi menyatakan, pada haru ketiga orang setelah meminum alkohol
oplosan dangan kadar metanol 30 gram lebih hampir dipastikan bakal
meninggal, meskipun penanganan kedaruratan medis sudah dilakukan dengan
cepat dan tepat namun harapan hidup tetap kecil.
"Karena sudah terlambat. Kebanyakan hari ketiga sisa metabolisme
banyak menumpuk, banyak organ-organ yang terkena. Itu yang menyebabkan
pasien-pasien itu hari ketiga datang, tidak selamat. Jarang ditemui,
setelah minum kemudian dia langsung ke rumah sakit. Gak ada itu,"
katanya.
Oleh karena itu, Bobi berharap ada edukasi menyeluruh kepada
masyarakat, baik oleh dinkes, badan POM, kepolisian maupun media massa
tentang bahaya alkohol oplosan antara ethanol yang boleh dikonsumsi
dengan metanol yang beracun dan tidak laik konsumsi.
"Karena selama ini masyarakat itu dilarang (mengoplos atau minum
alkohol oplosan) tapi mereka tidak tahu, sebenarnya apa risikonya dari
pencampuran alkohol tanpa pengawasan ahli itu, bahwa itu bisa
menyebabkan meninggal," kata Bobi.
Tahunya masyarakat, lanjut Bobi, agar jangan minum terlalu banyak karena bisa menyebabkan meninggal.
"Padahal logikanya tidak begitu. Ingat, tidak pernah ada cerita
orang meninggal karena minum terlalu banyak. Kalau itu efeknya yang
terjadi hanya mabuk, lalu kecelakaan dan meninggal. Ini beda lho. Mau
banyak atau sedikit jika kandungan metanol lebih dari 30 gram efeknya
bisa mengancam nyawa. Itu yang harus diketahui masyarakat," kata Bobi.
(*)
Video oleh: Destyan H Sujarwoko