Bendera itu kemudian dilepas dan dipindahkan ke rumah di Dusun Sumberrame RT 1-RW 2, rumah milik Nunuk Widianingsih. Di depan rumah ada dua drum plastik besar, sedangkan tempat tidur berbahan kayu di ruang tamu yang beralaskan tikar dan sebagian karpet.
Ninuk saat itu ditemani kakak kandungnya sedang menunggu jenazah suaminya, Ujang Fadhlillah, satu di antara dua korban jiwa yang ditemukan usai peristiwa terbaliknya perahu tambang penyeberangan di Kali Surabaya.
Ibu itu hanya duduk menangis. Di sampingnya juga duduk remaja putri masih berseragam batik sekolah. Keduanya tersedu dan isak tangisnya membuat siapapun yang berada di dekatnya tak berani mengajaknya bicara.
Perlahan, Ninuk mulai berbicara meski terbata. Sesekali ia memandang anak semata wayangnya yang kini duduk di bangku kelas IX di SMP Negeri 1 Wringinanom. Tidak lama, ia memeluk dan tangisnya semakin menjadi.
"Tadi pagi bapaknya masih mengantar anak saya sekolah. Tidak ada firasat apapun dan semuanya berjalan seperti biasa," ucap Ninuk sembari terbata kalimatnya.
Anaknya, Anjanita Nur Syariah, juga mengatakan hal sama. Saat mengantar sekolah, tak ada pesan atau perilaku bapaknya yang menyiratkan akan pergi selamanya.
Nita, begitu ia akrab disapa, kini harus tinggal berdua dengan sang ibu. Kakaknya tiga tahun lalu meninggal dunia setelah menjadi korban kecelakaan, sedangkan adiknya juga telah tiada saat lahir prematur.
Sembari terisak, Ninuk melanjutkan ceritanya. Pagi itu, usai mengantar anaknya berangkat ke sekolah, suaminya sedang tidak bekerja karena kebetulan libur.
"Hari ini bapak libur. Setiap hari kerjanya ya menarik tambang di depan," ucap Ninuk.
Ujang waktu itu tengah menikmati sarapan di rumahnya bersama sang istri. Namun, teriakan warga yang menyampaikan ada perahu tambang terbalik membuatnya menghentikan santapan dan pergi ke Kali Surabaya yang hanya terpisah dari jalan raya selebar tak kurang dari 10 meter.
Pria 53 tahun itu lari dan nekat menceburkan diri ke sungai yang arusnya sangat deras. Hanya bermodal keahliannya berenang, Ujang mencoba menolong penumpang di perahu yang jumlahnya 12 orang, termasuk operator perahu.
Satu orang berhasil diselamatkannya, kemudian seorang lagi dibawanya ke pinggir sungai, namun yang ditolong sudah dalam keadaan lemas akibat kemasukan banyak air.
"Bapak menolong Bu Mis'ah yang akhirnya juga meninggal dunia. Nah, bapak saat itu kejang dan lemas kemudian dibawa ke Puskesmas, tapi kemudian meninggal dunia," ceritanya.
Sudarman, salah satu tetangganya, mengaku sangat kehilangan seorang teman baiknya yang ditemuinya setiap hari. Tidak ada firasat apapun sebelum peristiwa yang merenggut dua korban jiwa dan empat orang lainnya hilang itu terjadi.
"Baru kemarin bertemu saat saya memancing di dekat perahu tambangnya. Saya sempat mengeluh karena tidak dapat ikan meski sudah siang," tuturnya.
"Waktu itu Ujang menjawab, 'Iya, ikannya jarang ada sekarang karena limbah-limbah pabrik di sini'," ucapnya menirukan kata-kata Ujang.
Santunan
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf yang meninjau lokasi kecelakaan perahu menyempatkan diri bertakziah dan mengirim doa untuk almarhum.
Selain itu, orang nomor dua di Pemerintah Provinsi Jawa Timur tersebut juga memberikan santunan Rp5 juta kepada keluarga korban untuk meringankan beban.
"Kami turut duka cita dan semoga keluarga yang ditinggalkan tabah menghadapi cobaan ini," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.
Pada kesempatan tersebut, ia juga memimpin doa bersama agar arwah almarhum diterima di sisi Allah SWT, sekaligus memberikan semangat kepada keluarga untuk tidak putus asa, meski ditinggal sang kepala keluarga.
Menurut Gus Ipul, sosok Ujang Fadhilillah layak dijadikan teladan bagi siapa saja, bahkan ia tak ragu menyebutnya sebagai pahlawan atas usahanya menyelematkan nyawa orang lain.
"Pak Ujang tidak peduli nyawanya terancam demi orang lain. Ini yang menjadi inspirasi dan teladan bagi kita semua. Insya Allah niat baik beliau dicatat sebagai amalan dan mendapat surga di sisi Allah SWT," tuturnya yang diikuti "Aaminnn" serempak oleh seluruh keluarga korban.
Kini, Ujang yang lahir di Malang pada 30 Juni 1964 sudah tiada. Anaknya yang pekan depan harus mengikuti ujian nasional diharapkan tak patah semangat dan memberikan yang terbaik.
Diselamatkan helm
Dua korban selamat, yaitu Yudistira Ardi dan Suci Nina sama-sama bersyukur karena nyawanya masih bisa terselamatkan meski harus mendapat perawatan intensif di Puskesmas Wringinanom.
Keduanya selamat setelah berenang dengan menggunakan helm sebagai pelampung. Meski sempat terbawa arus, namun keduanya selamat dan berhasil diselamatkan hingga tepi sungai.
"Saya bawa motor waktu kejadian, dan helm posisinya di kepala. Saat perahu terbalik, saya menggunakan helm untuk membantu berenang," kata Ardi, sapaan akrab Yudistira, pria asal Balongbendo, Sidoarjo.
Pun demikian dengan Nina Suci usai memanfaatkan helm yang tiba-tiba berada di dekatnya untuk membantunya agar tetap terapung.
"Saya itu bawa helm, tapi terlepas. Kemudian ada helm, saya raih agar tidak tenggelam. Alhamdulillah helm itu menyelematkan saya," imbuh perempuan 33 tahun tersebut.
Keduanya saat sebelum kejadian hendak bekerja di sebuah pabrik di kawasan Wringinanom. Setiap harinya mereka juga menggunakan jasa perahu tambang tersebut.
Ardi dan Suci menjadi dua dari enam orang selamat atas kecelakaan perahu penyeberangan perahu tambang di Kali Surabaya.
Empat orang lainnya adalah Riyanto (45) Joko (45) Didin (23) dan Supriadi (65), sedangkan empat korban dinyatakan hilang masing-masing atas nama Kusnari warga Balongbendo Sidoarjo, pasangan suami istri Nur Cholis dan Choirunnisa juga dari Balongbendo, serta Susriasih asal Tarik, Sidoarjo.
Sementara itu, penumpang yang meninggal dunia yaitu Mis'ah (45) asal Tarik, Sidoarjo, serta seorang warga setempat Ujang (53) asal Wringinanom sudah dipulangkan ke rumah duka dan dimakamkan.
Perahu penyeberangan tradisional yang digunakan berbahan besi yang di bawahnya menggunakan beberapa drum dengan panjang hampir enam meter, dan lebar 2,2 meter.
Setiap harinya perahu tambang digunakan untuk menyeberangkan penumpang dari Kecamatan Balongbendo Sidoarjo ke Kecamatan Wringinanom Gresik, begitu juga sebaliknya.
Per penumpang tarifnya Rp1.000 dengan jarak tempuh kurang dari lima menit menyeberangi Kali Surabaya yang lebarnya mencapai 50 meter. Namun, umunya perahu tambang tradisional itu tidak dilengkapi dengan alat keselamatan, pelampung.(*)
Video oleh: Fiqih Arfani