Surabaya (Antara Jatim) - Sungguh mulia pekerjaan yang satu ini. Bekerja dengan mengandalkan hati nurani, untuk memutuskan orang bersalah atau tidak. Ya, itulah hakim.
Dalam sebuah peradilan, peranan hakim memang menjadi penentu atas perbuatan seseorang.
Perhatian lebih juga diberikan kepada hakim dengan sebutan yang mulia, untuk menunjukkan derajat yang lebih tinggi pada saat proses peradilan berlangsung antara kedua belah pihak sedang berpekara.
Jaksa Penuntut Umum bisa berusaha sekeras tenaga untuk melakukan pembuktian sebuah perkara. Begitu juga dengan penasihat hukum, yang harus membela terdakwa dengan profesional.
Namun, keputusan hakim inilah yang menjadi penentu akhir dalam persidangan, termasuk menjatuhkan hukuman mati untuk seseorang yang bersalah saat melakukan perbuatannya.
Disinilah, perananan hakim sebagai wakil tuhan di muka bumi sedang diuji, untuk memutus sebuah perkara yang sedang ditangani.
Demi menjaga marwah seorang hakim, tidak bisa dengan mudah seseorang yang sedang berperkara ini bertemu seenaknya dengan hakim, selain di ruang persidangan.
Banyak juga sorotan yang melihat tugas dari seorang hakim ini dipertanyakan, mulai dari perilaku hakim yang tertidur saat menjalankan tugasnya di ruang persidangan, sampai dengan dugaan penyuapan kepada hakim saat menangani sebuah perkara.
Hakim tetaplah manusia biasa, yang sesuai dengan haknya tidak bisa lepas dari kesalahan. Diibaratkan sebagai manusia paling mulia, seperti wakil tuhan di muka bumi.
Di Indonesia sendiri, untuk menjaga kinerja seorang hakim, ada komisi yudisial (KY) yang salah satu tugas utamanya untuk melihat kinerja hakim.
Hakim, yang dinilai tidak profesional dalam menjalankan tugasnya ini juga bisa diganti, sekalipun saat sedang menjalankan tugasnya menangani sebuah perkara.
Sekali lagi, hakim tetaplah manusia biasa, yang sesuai dengan haknya tidak bisa lepas dari kesalahan. Selamat Hari Kehakiman Nasional (1 Maret) , semoga hakim di Indonesia bisa bekerja secara profesional, dan lebih menggunakan hati nurani dalam memutus sebuah perkara. (*)