Tulungagung (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur terus memantau perkembangan kasus penyakit difteri yang mengalami tren peningkatan, yakni dari sembilan kasus terdeteksi pada 2015 menjadi 11 pasien pada Januari hingga Agustus 2016.
"Sebagian besar kasus masih sebatas 'suspect'. Indikasi mengarah ke difteri namun belum semuanya positif," kata Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Triswati Sasmito di Tulungagung, Senin.
Ia menjelaskan, mayoritas penderita yang terdeteksi dan menjalani rawat inap di puskesmas maupun rumah sakit di Tulungagung masih berusia anak-anak atau di bawah 15 tahun.
"Hampir 90 persen dialami anak-anak. Tapi penyakit yang bersumber dari 'corynebacterium diphtheriae' ini juga bisa menyerang usia dewasa," katanya.
Triswati menambahkan, meski kasus-kasus yang ditemukan baru sebatas suspect, dinkes tetap melakukan upaya kewaspadaan, mengingat difteri merupakan penyakit yang berbahaya.
"Selain cepat menular, difteri juga bisa menyebabkan pasien meninggal dunia. Ini yang harus diantisipasi," kata Triswati.
Mengacu data Dinkes Tulungagung, fluktuasi kasus difteri terjadi setiap tahunnya.
Pada 2013, jumlah suspect/penderita difteri tercatat sebanyak 22 kasus, 2014 sebanyak 18 kasus, 2015 ssebanyak sembilan kasus, dan 2016 mulai Januari hingga Agustus tercatat sebanyak 11 kasus.
"Pengertian suspect itu memiliki gejala atau tanda-tanda yang sama seperti gejala difteri. Gejala klinis itu yang terus dipantau sampai penderita sembuh atau penyakit berkembang dan dinyatakan positif (difteri)," ujarnya.
Triswati mengatakan, jika ada pasien yang dinyatakan positif difteri, maka dinkes akan melakukan kegiatan "outbreak response immunization" (ORI).
Tindakan itu, kata dia, diberlakukan untuk memutus rantai penularan dan mencegah semakin meluasnya kasus difteri di suatu wilayah.
"Makanya, untuk mengetahui suspect atau memang positif harus dilakukan cek laboratorium. Setiap ada wabah yang muncul kami selalu terjun ke lapangan," kata Triswati.
Ia menjelaskan, penyakit difteri menularkan melalui udara. Selain itu, ada beberapa metode penularan lain yang perlu diwaspadai, di antaranya melalui barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, misalnya mainan atau handuk.
Penularan juga bisa melalui sentuhan langsung dengan kulit penderita, kontak langsung dengan hewan yang sudah terinfeksi, meminum susu yang belum melalui proses "pasteurisasi" atau sterilisasi.
"Gejala awal yang muncul ketika seorang terkena difteri yakni, terasa sakit pada tenggorokan , demam, sulit bernapas dan menelan, mengeluarkan lendir dari mulut dan hidung, dan sangat lemah," ujarnya.
Selain itu, lanjut Triswati, penderita difteri juga mengalami pembesaran kelenjar getah bening di leher sehingga memicu rasa sakit.
"Jika terlambat ditangani, penyakit tersebut bisa berujung pada kehilangan nyawa penderitanya," kata Triswati. (*)
Dinkes Tulungagung Pantau Tren Peningkatan Kasus Difteri
Senin, 22 Agustus 2016 19:34 WIB
"Selain cepat menular, difteri juga bisa menyebabkan pasien meninggal dunia. Ini yang harus diantisipasi," kata Triswati.