Bojonegoro (Antara Jatim) - Khotib Shalat Idul Fitri di Masjid Agung Darussalam di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, K.H. Mochammad Charis R., mengatakan Hari Raya Idul Fitri bisa menjadi momen awal dalam mendidik anak dengan kasih sayang.
"Idul Fitri merupakan pintu maaf yang bisa menjadi momen dalam mendidik anak juga cucu dengan kasih sayang," katanya, dalam khutbahnya di hadapan ribuan umat Islam yang mengikuti shalat Idul Fitri di masjid setempat, Rabu.
Dengan demikian, menurut dia, di Hari Raya Idul Fitri ini bisa dimanfaatkan untuk memberikan nasehat kepada anak dan cucu dengan bijak dan penuh kelembutan.
"Di saat seperti sekarang ini anak cucu bisa kita dekap dan kita cium dengan memberikan nasehat yang bijak, agar kelak bisa bermanfaat bagi Nusa dan Bangsa," katanya menegaskan.
Menurut dia, langkah memberikan dorongan yang baik kepada wajib dilakukan karena selama Puasa Ramadhan masih banyak bermunculan kasus yang melanda generasi muda di Tanah Air, mulai kasus narkoba juga asusila.
Ia menyebutkan berbagai kasus asusila yang terjadi di Surabaya yang melibatkan anak usia sembilan tahun juga kasus lainnya di Palembang, Bengkulu juga di Aceh.
"Sesuai data di Tanah Air dari generasi muda yang ada, di antaranya, ada 5,9 juta jiwa yang menjadi pemakai narkoba," ucapnya.
Shalat Idul Fitri di masjid setempat diikuti ribuan umat Islam di daerah setempat, termasuk Wakil Bupati Bojonegoro Setyo Hartono dan sejumlah pejabat jajaran pemerintah kabupaten (pemkab).
Pelaksanaan shalat Idul Fitri tidak hanya di halaman masjid dan jalan raya, tapi juga meluber di alun-alun.
Di lain tempat Bupati Bojonegoro Suyoto, juga melaksanakan Shalat Idul Fitri di Masjid At Taqwa sekaligus membacakan sambutan dengan tema "Lewat Ke Fitrian Mari Kita Sukseskan Pembangunan Manusia Unggul di Bojonegoro".
Di dalam sambutannya, ia meminta kepada seluruh keluarga di daerahnya baik yang mampu maupun yang tidak untuk ikut mendorong membangun generasi yang unggul.
"Tidak ada masa depan yang lebih baik kecuali kita usahakan bersama," ucapnya.
Ia menambahkan sejarah telah membuktikan hanya bangsa yang kuat: hati, pikiran dan kuat dalam berinovasi, yang dapat menjadi bangsa yang besar. Bukan bangsa yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah ruah tapi kualitas sumberdaya manusianya rendah. (*)