Malang (Antara Jatim) - ProFauna Indonesia mendesak pemerintah segera merevisi Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya demi memperkuat penegakan hukum terkait kejahatan terhadap satwa liar.
"Selain merevisi Undang-Undang (UU) tersebut, kami juga memandang perlu adanya peningkatan kapasitas di jajaran penegak hukum, khususnya jaksa dan hakim agar mereka semakin memahami bahwa kejahatan satwa liar adalah isu global yang serius, sehingga pelakunya harus dihukum seberat-beratnya," kata Juru Kampanye ProFauna Indonesia, Dwi Derma S di sela aksi menyambut Hari Lingkungan Sedunia di kawasan Alun-alun Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu.
Selama ini, lanjutnya, dari segi kualitas hukuman bagi pelaku kasus perdagangan satwa liar sangat mengecewakan, sebab hingga saat ini belum ada pelaku kejahatan terhadap perdagangan hewan liar itu dihukum berat, bahkan tak satupun pelaku yang dihukum maksimal sesuai UU No 5 Tahun 1990, yakni lima tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta.
Bahkan, katanya, dari 120 kasus perdagangan satwa liar yang ditangani pihak berwajib sepanjang 2015 hingag Mei 2016, tidak sampai 10 persen yang diproses hingga vonis karena dari 120 kasus itu hanya 9 kasus yang diproses hukum hingga dijatuhkan vonis. Namun, dari 9 kasus yang diproses hingag vonis itu, hanya satu kasus yang dijatuhi vonis 2,5 tahun dan denda sebesar Rp80 juta, itupun sudah vonis paling tinggi.
Kasus perdagangan satwa liar yang dijatuhi vonis tertinggi itu dijatuhkan oleh PN Pekanbaru, Riau, kepada dua anggota sindikat perdagangan Orang Utan Sumatera pada 22 Maret 2016.
Padahal, lanjut Derma, selama tahun 2015, Indonesia mengalami kerugian sekitar Rp9 triliun akibat lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan satwa liar. Di Bandara Soekarno-Hatta saja, selama Maret hingga Mei 2016, Bea Cukai berhasil menggagalkan sedikitnya enam kali upaya penyelundupan satwa liar dari dan ke luar negeri dengan nilai total sebesar Rp21 miliar.
Menurut catatan PBB dan Interpol yang diperoleh ProFauna, nilai perdagangan satwa liar di dunia cukup tinggi, yakni antara 15 hingga 20 miliar dolar AS setiap tahun. Di tingkat global, perdagangan satwa liar tersebut, nilai dan tingkat bahayanya sejajar dengan perdagangan narkotika, senjata api ilegal maupun perdagangan manusia.
"Karena masih tingginya angka perdagangan satwa liar dan merugikan negara yang sangat besar, kami tidak akan pernah berhenti untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak melakukannya melalui berbagai bentuk kampanye yang digelardi berbagai tempat di seluruh wilayah Tanah Air," ujar Derma.
Sementara itu, aksi yang digelar ProFauna Indonesia untuk menyambut Hari Lingkungan Hidup Se-dunia dengan tema "Go Wild for Lige" Zero Tolerancae for the Illegal Wildlife Trade" di kawasan Alun-alun Kota Malang, akhirnya dibubarkan petugas Satpol PP karena menganggu ketertiban dan arus lalu lintas di jalan Merdeka Utara Kota Malang.(*)