Rabu, 30 Maret 2016, sejak pukul 09.00 WIB pagi, saya berada di kantor manajemen Rektorat Universitas Airlangga Kampus C yang berada di Jalan Mulyorejo Surabaya menghadiri sebuah acara.
Saat itu, sebuah komunitas peduli Surabaya "Rek Ayo Rek", tokoh masyarakat, tokoh media, perwakilan aparat TNI/Polri, mahasiswa, akademisi hingga Rektor Unair dan jajarannya berkumpul jadi satu, bersilaturahim dan berdiskusi membahas satu permasalahan.
Acara berlangsung gayeng, lancar, dan berakhir sesuai jadwal. Tidak lama setelah itu, beredar kabar dan informasi di ponsel milik rekan-rekan pewarta, bahwa ada petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang "mengobok-obok" ruangan di Rumah Sakit Pendidikan Unair. Lokasinya tepat di samping kantor rektorat, tempat berkumpulnya tokoh-tokoh tadi.
Sejumlah pewarta yang mendengarnya mencoba mencari tahu. Benar memang, siang-sore hingga larut petang, petugas KPK ada di sana, keluar membawa tumpukan berkas dan dimasukkan ke mobil tanpa ada satu kata keluar dari petugas, meski dicecar pertanyaan bertubi.
Tak hanya di RS Pendidikan Unair, penggeledahan juga dilakukan di kantor rektorat sejak pukul 10.00 WIB di hari yang sama.
Di tempat lain di saat bersamaan, di Ibu Kota, tepatnya di Kantor KPK digelar konferensi pers yang mengumumkan penetapan seorang tersangka dugaan tindak pidana korupsi pembangunan RS Pendidikan Unair Surabaya dengan sumber dana DIPA 2007-2010 dan peningkatan sarana dan prasarana RS Pendidikan Unair dengan DIPA 2009.
"Dalam pengembangan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pembangunan RS Pendidikan Unair Surabaya dengan sumber dana DIPA tahun 2007-2010 dan peningkatan sarana dan prasarana RS Pendidikan Universitas Airlangga Surabaya dengan dana DIPA 2009, penyidik KPK menemukan bukti permulaan yang cukup meningkatkan status kasus ini ke penyidikan dan menetapkan FAS (Fasich) rektor Unair 2006-2015 sebagai tersangka," kata Pelaksana Tugas (Plt) Humas KPK Yuyuk Andriati kala itu.
Fasich selaku rektor sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Unair diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan sangkaan pasal pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Pasal itu mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian Negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau semaksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp85 miliar dari total nilai proyek lebih dari Rp300 miliar.
Sebelum Prof Fasich, KPK sebelumnya sudah menetapkan tersangka dalam korupsi di RS Pendidikan Unair yaitu kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan RS Universitas Airlangga dan laboratorium tropik infeksi di Universitas Airlangga tahap 1 dan 2 tahun anggaran 2010 dan menetapkan dua tersangka yaitu Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan Bambang Giatno Raharjo dan Direktur marketing PT Anugrah Nusantara Mintarsih.
Mendengar kabar tersebut, banyak pihak kaget. Mereka mencurahkannya ke media sosial dengan menulis update status beragam, mulai prihatin, sedih, hingga ada yang tak menyangka ada sesuatu dibalik pembangunan RS di Unair yang selama ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Seluruh grup WhatsApp membicarakannya. Bahkan, ada satu grup yang anggotanya terdapat beberapa orang dekat Prof Fasich mengungkapkan kesedihannya."Prof Fasich sekarang sedang sakit karena kelelahan menjaga istrinya di RS Unair yang operasi gigi. Semoga beliau sabar menghadapi ujian ini," tertulis obrolan di grup.
Pewarta di Surabaya menjadi semakin sibuk. Ada yang mencari tahu di mana Prof Fasich dirawat, ada yang "memburu" pernyataan resmi dari Unair, hingga mendatangai RS Unair untuk sekadar memantau ada apa di sana.
Malam harinya, bersamaan dengan puncak resepsi Hari Pers Nasional dan HUT PWI Jatim 2016, Kepala Pusat Informasi dan Humas Unair Suko Widodo yang datang mendampingi Rektor Unair Prof Nasich di Gedung Negara Grahadi, langsung menggelar konferensi pers.
Di hadapan media, Suko Widodo membenarkan penetapan status mantan rektornya. Namun saat itu, pihaknya belum bisa memberikan keterangan lebih jauh karena masih menunggu perkembangan.
Meski demikian, ia mewakili civitas akademika Unair menyatakan keprihatinannya. Akan tetapi tetap ditegaskannya bahwa Unair menghormati proses hukum yang berjalan.
Kamis, 31 Maret 2016, semakin banyak bermunculan reaksi-reaksi dari sejumlah pihak. Ada yang mengatasnamakan Forum Notonegoro, ada Ikatan Alumni Unair, hingga Muhammadiyah Jatim sebagai organisasi yang pernah menjadi tempat Prof Fasich memimpin organisasi pun berargumen.
"Kami sudah menjenguk Prof Fasich dan berpesan agar berhati-hati pada sahabat, kemudian ketika bersahabat harus dilandasi keimanan, serta memohon maaf pada semua pihak atas kejadian ini karena hal ini merupakan ujian," kata Koordinator Bidang Eksternal Masika ICMI, Januar Saleh Kaimuddin mewakili Forum Notonegoro.
Forum Notonegoro terdiri dari Majelis Sinergi Kalam (Masika)-Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Pemuda Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jatim dan Pemuda Bulan Bintang Jatim.
"IKA Unair mendorong Prof Fasich mengajukan gugatan praperadilan dan menyiapkan pendampingan hukum. Yang jelas semua ahli hukum Unair dikerahkan, tapi keputusan ada di Prof Fasich, beliau mau menerima atau tidak," kata Sekretaris Umum Pengurus Pusat IKA Unair Akmal Budianto.
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim juga bersikap, yakni dengan meminta semua pihak, khususnya kader, menahan diri terkait kasus itu karena dikhawatirkan menambah polemik berkepanjangan. "Selama kasus ini muncul, banyak pihak memberikan pernyataan-pernyataan beragam. Tentu saja kondisi bisa mempengerahui psikologi keluarga Prof Fasich dan itu sangat tidak diharapkan," kata Wakil Ketua PWM Jatim Nadjib Hamid.
PWM Jatim menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada kuasa hukum yang sudah ditunjuk oleh keluarga Prof Fasich dan berharap warga Muhammadiyah tetap menjalankan aktivitas keorganisasian seperti biasa dan mempercayakannya kepada hukum.
Tiga hari pascapenetapan status, Ketua KPK Agus Rahardjo menghadiri sebuah acara di sebuah universitas negeri di Surabaya. Pada kesempatan itu, kepada wartawan ia mengakui penyidik juga masih mengumpulkan bukti dan data sebelum menentukan langkah selanjutnya, termasuk ada atau tidaknya tersangka baru.
"Penggeledahan lalu sudah dilakukan, sekarang masih mengumpulkan data dan menganalisanya, setelah itu ditentukan langkah berikutnya," kata dia. Karena masih dalam tahap proses, lanjut dia, KPK belum mengagendakan waktu pemanggilan Prof Fasich untuk diperiksa lebih dalam oleh penyidik, termasuk tahapan penahanan.
Meski secara pribadi tidak pernah mengenali Prof Fasich, namun dari pernyataan-pernyataan dan komentar berbagai pihak, tidak diragukan lagi bahwa mantan rektor dua periode tersebut dikenal baik dan termasuk sosok bersih.
Ini yang membuat masyarakat berbagai lapisan kaget dan tak menyangkanya. Bahkan, Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sekaligus mantan Ketua MK Mahfud MD pun tak bisa diam dan ikut berkomentar melalui pendapatnya di sebuah media massa.
Ditulisnya, "Dalam keseharian Cak Fasich selalu hidup sederhana. Kekayaannya juga biasa saja seperti dosen pada umumnya yang tidak punya kegiatan bisnis. Dengan melihat jalan hidupnya yang sederhana, perilakunya yang tulus, dan ketaatan beragamanya yang tertib memang sulit untuk percaya bahwa Cak Fasich melakukan korupsi atau mempunyai niat jahat untuk melakukan korupsi".
"Saya pun mengenal Cak Fasich dalam waktu yang lama, sejak Cak Fasich masih menjadi dosen muda. Dalam pengenalan yang sangat lama, saya pun meyakini Cak Fasich tidak mungkin mempunyai niat jahat atau kesengajaan untuk melakukan korupsi".
Banyak sekali yang mendukung Prof Fasich agar kuat menghadapi cobaan ini. Banyak sekali hikmah yang dipetik dari kasus ini, salah satunya mengajarkan kehati-kehatian dan mengingatkan bahwa segala tindakan mengandung risiko.
Yang kuat Prof Fasich... ada peluang untuk menunjukkan ke publik bahwa tidak ada niat jahat dari diri pribadi. Sikap ikhtiar dan tawakal prof. Sabar dan hormati prosesnya. Hukumlah yang akan membuktikan, mempertimbangkan dan memutuskannya. (*).