Ponorogo (Antara Jatim) - Calon Bupati Ponorogo yang diusung Partai Demokrat, Sugiri Sancoko telah menunjuk kuasa hukum dan mempersiapkan puluhan alat bukti pelanggaran pilkada yang akan dibawa dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi.
"Semua bukti dan saksi sudah kami siapkan, tapi tentu bukan untuk kami publikasikan karena ini menyangkut data dan fakta yang akan kami tunjukkan sebagai fakta persidangan," kata Ari Bilowo, juru bicara tim pemenangan pasangan nomor urut 1 di Pilkada Ponorogo, Sugiri Sancoko-Sukirno kepada Antara di Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu.
Kendati tidak merinci, Ari yang juga berlatar belakang advokat itu sempat menyebut beberapa contoh dugaan pelanggaran dalam proses rekapitulasi perhitungan suara Pilkada Ponorogo.
Salah satunya yang menyolok soal perbaikan data C-1 dari tingkat TPS (tempat pemungutan suara) ke PPS (penyelenggara pemungutan suara) tingkat desa, atau dari PPS ke PPK (penyelenggara pemungutan kecamatan).
Menurut dia, setiap kali terjadi revisi perhitungan suara pada kertas plano, tidak pernah dilakukan berita acara perbaikan sebagaimana aturan semestinya.
Sebaliknya, perbaikan hanya mengkonfirmasi kesepakatan forum penitia penyelenggara dan saksi yang hadir, namun mengabaikan sisi legal-formal perhitungan sebagaimana diatur dalam peraturan KPU.
"Kalau itu terjadi hanya satu-dua kasus mungkin bisa dimaklumi karena ketidakpahaman panitia penyelenggara. Ini masalahnya terjadi di banyak tempat, baik tingkat TPS, PPS, maupun PPK sehingga mempengaruhi hasil akhir secara signifikan," ujar Ari.
Selain itu, menurut Ari, hasil akhir rekapitulasi suara KPU juga menyimpang jauh dari data perhitungan internal tim Sugiri Sancoko-Sukirno.
Sebagaimana rapat pleno terbuka perhitungan suara Pilkada Ponorogo tingkat kabupaten oleh KPU Ponorogo, pasangan nomor urut 1, Sugiri Sancoko-Sukirno mendapatkan 205.587 suara, kemudian pasangan nomor urut 2 Amin-Agus Widodo 123.761, pasangan nomor urut 3 Misranto-Isnen Supriyono 9.416 dan pasangan calon nomor urut 4 Ipong Muclissoni-Sujarno mendapatkan 219.949 suara.
"Kami juga akan membawa sejumlah bukti politik uang yang dilakukan tim kampanye pasangan nomor urut 4 ke MK," tegasnya.
Secara khusus, Ari mengkritik kinerja panitia pengawas pemilu maupun tim gakkumdu (penegakan hukum terpadu) selama gelaran Pilkada Ponorogo.
Ia menuding, keputusan panwaslu bersama gakkumdu yang menganggap beberapa temuan kasus politik uang sudah selesai tanpa adanya mekanisme sanksi dijatuhkan telah mencederai demokrasi.
"Bagaimana kasus-kasus itu (temuan politik uang) bisa disidang dan langsung diputus selesai tanpa ada mekanisme pemanggilan para pihak ataupun salinan keputusan yang resmi kepada kami selaku pihak penggugat," kritik Ari.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Ketua Panwaslu Ponorogo, Wasijan mengkonfirmasi bahwa pilkada Ponorogo saat ini masuk ranah sengketa di MK.
Menurut dia, tipisnya selisih suara antara peraih suara terbanyak pasangan calon nomor urut 4 Ipong Muchlissoni-Sujarno dengan pasangan calon nomor urut 1, Sugiri Sancoko-Sukirno memaksa sengketa harus dibawa ke ranah hukum di MK.
"Kami telah mendapat salinan surat pemberitahuan dari MK bahwa Pilkada Ponorogo masuk daftar gugatan nomor 34, bersama lima daerah lain di Jatim," terangnya.
Terkait beberapa kasus tangkap tangan politik uang yang sempat mencuat menjelang hari H coblosan, Wasijan menegaskan semua pelanggaran pilkada termasuk temuan kasus politik uang telah diselesaikan di tingkat gakkumdu dan tidak ada satupun yang beranjak ke ranah pidana pemilu.
"Semua kasus sudah disidangkan oleh tim gakkumdu dengan melibatkan para pihak, dan hasilnya dinyatakan selesai, termasuk temuan kasus politik uang di wilayah Kecamatan Jenangan saat itu," ujarnya.
Enam dari 19 Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di Jawa Timur yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah belum menetapkan calon bupati maupun walikota terpilih dari hasil pemungutan suara, 9 Desember.
Komisioner KPU Jawa Timur, Gogot Cahyo Baskoro mengatakan, enam kabupaten kota tersebut adaah Ponorogo, Malang, Jember Situbondo, Sumenep dan Gresik.
Penundaan penetapan calon terpilih dilakukan, karena kandidat kepala daerah yang kalah mengajukan gugatan atau sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau konsisten dengan Undang-Undang Pilkada nomor 18 Tahun 2015, dari 19 kabupaten/kota dalam hitungan kami, tidak ada yang memenuhi syarat untuk mengajukan gugatan ke MK. Kalaupun ada gugatan, kami mengapresiasi sebagai langkah untuk penyelesaian persoalan," katanya. (*)