Bojonegoro (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menyebutkan sebanyak 263 desa/kelurahan dari 430 desa/kelurahan di daerah setempat, sampai saat ini belum bebas "open defecation free/ODF" atau bebas buang air sembarangan.
"Warga masih buang air sembarangan di sekitarnya, di sungai-sungai, di dekat rumahnya, termasuk di sepanjang Bengawan Solo," kata Kepala Dinas Kesehatan Bojonegoro Sunhadi, di Bojonegoro, Sabtu.
"Warga masih buang air sembarangan di sekitarnya, di sungai-sungai, di dekat rumahnya, termasuk di sepanjang Bengawan Solo," kata Kepala Dinas Kesehatan Bojonegoro Sunhadi, di Bojonegoro, Sabtu.
Lebih lanjut ia menjelaskan sebanyak 263 desa/kelurahan di daerahnya yang belum bebas "ODF" itu, tidak semua warganya belum memiliki jamban.
"Kepemilikan jamban di desa yang belum bebas "ODF" berkisar 80-90 persen dari jumlah seluruh warga," jelas dia.
Menurut dia, salah satu persyaratan desa bebas "ODF" yaitu warga di desa setempat yang memiliki jamban minimal sudah 95 persen.
"Baru ada dua kecamatan yang desanya sudah bebas "ODF", salah satunya Kecamatan Dander," ucapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan penyebab warga belum memiliki jamban, antara lain, faktor ekonomi dalam pembuatan jamban, selain kebiasaan buang air sembarangan yang sudah berjalan lama.
Oleh karena itu, lanjut dia, dibutuhkan peran berbagai kalangan masyarakat untuk mendorong warga bisa memiliki jamban permanen. Prioritas ODF, difokuskan ke rumah tangga yang memiliki jamban semipermanen, dan yang masih menumpang ke rumah tetangga.
Cara itu, katanya, dipilih karena masyarakat pemilik jamban semipermanen maupun yang masih numpang memiliki kesadaran untuk menggunakan tempat buang air besar secara khusus dan tidak di sembarang tempat.
"Dinkes selalu memberikan penghargaan berupa sertifikat kepada desa yang sudah bebas "ODF"," jelas dia.
Ia optimistis semua desa/kelurahan di daerahnya akan bisa cepat bebas "ODF", kalau saja desa bisa mengalokasikan pengadaan jamban kepada warganya yang kurang mampu melalui APBDes.
"Sejak 2015 desa bisa memasukkan pengadaan jamban di dalam APBDes," ucapnya.
Namun, katanya, alokasi anggaran di dalam APBDes untuk pengadaan jamban tidak semuanya utuh untuk setiap rumah tangga, sebagai usaha mendorong warga memiliki kesadaran memiliki jamban.
"Warga juga harus berpartisipasi dalam pengadaan jamban, agar merasa ikut memiliki. Sepanjang juga ada kesadaran desa memasukkan pengadaan jamban di dalam APBDes, maka dengan cepat semua desa/kelurahan bisa bebas "ODF"," katanya, menegaskan. (*)