Kairo (Antara) - Pengadilan Mesir mengukuhkan hukuman mati kepada mantan presiden Mohamed Moursi dengan dakwaan kabur massal dari penjara saat pemberontakan tahun 2011 pada Selasa (16/6).
Petinggi Ikhwanul Muslimin Mohamed Badie dan empat petinggi lain juga dijatuhi hukuman mati. Lebih dari 80 terdakwa lain pun divonis mati secara in absentia, termasuk ulama berpengaruh Youssef al-Qaradawi.
Seperti dilansir kantor berita Reuters, pada Selasa pengadilan juga menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup dalam kasus terpisah terkait konspirasi dengan kelompok asing.
Moursi menjadi presiden Mesir pertama yang dipilih secara demokratis setelah jatuhnya otokrat yang lama berkuasa Hosni Mubarak pada 2011.
Namun ia kemudian digulingkan oleh militer pada 2013 setelah muncul unjuk rasa menentang pemerintahannya.
Pengadilan pada Mei mendakwa Moursi dan terdakwa lain dengan tuduhan membunuh dan menculik polisi, menyerang fasilitas kepolisian dan kabur dari penjara saat kerusuhan menentang Mubarak pada 2011.
Pengenaan hukuman mati itu mendapat kritikan dari Amerika Serikat dan pemerintahan Barat lain serta kelompok hak asasi manusia.
Setelah vonis pada Selasa itu, seorang anggota senior Ikhwanul Muslimin mengatakan pengadilan itu "jatuh di bawah semua standar internasional".
"Vonis ini merupakan tindakan yang mengakhiri demokrasi di Mesir," kata Yahya Hamid, mantan menteri dalam kabinet Moursi dan kepala hubungan internasional Ikhwanul Muslimin dalam jumpa pers di Istanbul.
Moursi, Badie dan 15 lainnya juga divonis hukuman seumur hidup -- yang berdasar hukum Mesir berarti penjara 25 tahun -- karena dinilai melakukan konspirasi dengan kelompok Palestina, Hamas, yang memerintah Gaza.
Termasuk di antara mereka yang divonis adalah tokoh senior Ikhwanul Muslimin Essam el-Erian dan Saad el-Katatni.
Pengadilan menjatuhkan hukuman mati kepada beberapa pemimpin Ikhwanul Muslimin seperti Khairat el-Shater, Mohamed el-Beltagy dan Ahmed Abdelaty dalam kasus yang sama.
Vonis mati juga dijatuhkan pada 13 terdakwa lain secara in absentia.
Para terdakwa masih bisa melakukan banding atas vonis tersebut.
Hakim Shaaban el-Shami mengatakan Mufti Besar yang merupakan otoritas keagamaan tertinggi di Mesir telah menyatakan menyetujui pemberian hukuman mati kepada para terdakwa yang namanya telah disampaikan kepadanya.
Moursi, yang mengenakan baju penjara warna biru, nampak tenang dan sedikit tersenyum saat hakim membacakan vonis pertama di pengadilan Akademi Kepolisian.
Para terdakwa berteriak "Turun, turun pemerintah militer," saat mereka dibawa masuk ke pengadilan.
Moursi mengatakan sidang tersebut tidak sah, dan menyebutkan bahwa proses hukum terhadapnya merupakan bagian dari kudeta yang dipimpin mantan panglima militer Abdel Fattah al-Sisi pada 2013.
Sejak Moursi digulingkan, otoritas Mesir melancarkan pembubaran kelompok Islamis, dimana ratusan orang tewas dan ribuan lainnya ditangkap.
Sisi yang menjabat presiden saat ini mengatakan, Ikhwanul Muslimin merupakan ancaman serius bagi keamanan nasional. Namun kelompok itu bertahan bahwa mereka berkomitmen untuk melakukan aktivitas damai.
Meski para legislator Amerika Serikat mengungkapkan keprihatinan atas tertinggalnya reformasi demokrasi di Mesir, Kairo masih tetap merupakan salah satu sekutu terdekat Washington di kawasan itu.
Hubungan dua negara mendingin setelah Moursi digulingkan namun kemudian kembali membaik di bawah kepemimpinan Sisi.
Pada akhir Maret, Presiden Amerika Serikat Barack Obama mencabut pembekuan pasok senjata ke Kairo, dan mengizinkan pengiriman senjata AS bernilai lebih dari 1,3 miliar dolar AS. (*)