New York (Antara) - Skandal korupsi FIFA merambat ke mana-mana setelah seorang tersangka membeberkan suap Piala Dunia dan berjanji mengungkapkan longsoran (banjir) informasi-informasi rahasia, termasuk mengenai Presiden FIFA Sepp Blatter.
Badai itu telah menerjang seluruh sudut dunia di mana polisi Afrika Selatan menyatakan membuka penyelidikan dugaan ada uang yang dibayarkan untuk mengamankan ketuanrumahan Piala Dunia 2010.
Polisi Australia menyelidiki penawaran negara itu untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, sedangkan di Venezuela para penyidik menggeledah markas besar federasi sepak bola negara itu untuk mencari bukti guna memperkarakan seorang pejabat FIFA yang ditahan karena skandal itu.
Menyusul pengunduran yang mengejutkan Blatter Selasa lalu, fokus telah bergeser ke penyelidikan AS yang membuat tujuh pejabat FIFA ditangkap pekan lalu di Zurich.
Bukti yang diberikan whistleblower Chuck Blazer kepada para penyidik AS mengungkapkan upaya membeli suara untuk ketuanrumahan Piala Dunia 1998 dan 2010 yang masing-masing jatuh ke Prancis dan Afrika Selatan.
Kini demi memerangi kanker dalam sepak bola, mantan bos sepak bola Amerika Utara yang menjadi pesakitan itu berkatan dalam satu kesaksian yang dirilis oleh para jaksa penuntut bahwa para eksekutif FIFA berkomplot untuk menerima suap selama proses bidding Piala Dunia 1998 dan 2010.
Blazer mengakui adalah benar dakwaan-dakwaan menyangkut kepemimpinannya pada badan sepak bola Amerika Utara dan Tengah CONCACAF dan keanggotaan Komite Eksekutif FIFA.
Dalam pengakuan kepada para penuntut AS, pria berusia 70 tahun itu sepakat mengenakan mikrofon dan merekam pembicaraan-pembicaraan dengan para pejabat FIFA lain. Namun tidak seorang pun dari tersangka-tersangka lain itu diumumkan ke publik.
"Selain itu, saya sepakat dengan beberapa orang lainnya pada dan di sekitar 1992 untuk memfasilitasi penerimaan suap dalam hubungannya dengan pemilihan negara tuan rumah untuk Piala Dunia 1998," kata Blazer dalam pengakuannya itu.
Prancis mengalahkan Maroko dalam proses bidding untuk menggelar turnamen edisi 1998 itu. Sebuah dokumen yang merincikan dakwaan-dakwaan itu menyebutkan bahwa Blazer ada ketika seorang teman pesekongkol menerima suap di Maroko.
Longsoran informasi rahasia
Blazer lebih jauh mengakui bahwa dia dan "pihak-pihak lainnya dalam Komite Eksekutif FIFA" setuju menerima suap dalam hubungannya dengan pemilihan Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010.
Para pejabat Afrika Selatan marah membantah dakwaan para penyidik AS itu bahwa mereka memberikan 10 juta dolar AS sebagai suap pada 2008 untuk mengamankan hak ketuanrumahan Afrika Selatan itu.
Yang itu diduga mengalir kepada Jack Warner, mantan Wakil Presiden FIFA dan mantan ketua CONCACAF lainnya. Dia diskors oleh badan sepak bola dunia itu pada 2011 atas tuduhan korupsi.
Warner berjanji Rabu lalu di negeri asalnya Trinidad dan Tobago untuk membeberkan "longsor" rahasia-rahasia.
"Saya layak dan pasti mengkhawatirkan keselamatan hidup saya," kata dia dalam siaran televisi seraya menambahkan bahwa "bahkan kematian pun tidak akan menghentikan tibanya longsoran (informasi-informasi rahasia) itu."
Warner mengaku memiliki dokumen yang "berkaitan dengan pengetahuan saya mengenai transaksi internasional di FIFA, termasuk presidennya Tuan Sepp Blatter" dan "perdana menteri Trinidad dan Tobago".
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa para penyidik AS meyakini Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke telah mengotorisasi transfer uang sejumlah itu. Namun Valcke, yang secara efektif adalah tangan kanan Blatter, menegaskan bahwa dia tidak ada kaitannya dengan itu.
Warner adalah salah seorang dari 14 pejabat sepak bola dan pemasaran olah raga yang didakwa dalam suap lebih dari 150 juta dolar AS.
"Rajawali" ikut menyelidiki
Sementara itu, sebuah unit khusus polisi Afrika Selatan yang dinamai "Rajawali" mengumumkan hari ini bahwa pihaknya tengah menyelidiki tudingan suap menyusul permintaan dari satu partai oposisi.
Namun unit ini menegaskan bahwa tidak ada investigasi resmi yang sudah diluncurkan.
Pihak berwajib Venezuela menggeledah markas besar federasi sepak bola negara itu yang ketuanya Rafael Esquivel menjadi salah seorang dari tujuh pejabat FIFA yang ditahan di Swiss.
Para penuntut juga mengatakan bahwa mereka melarang Esquivel melepas asset-assetnya.
Di pihak lain, sejalan dengan penyelidikan AS, para jaksa penuntut Swiss telah mendalami pemberian hak tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 kepada Rusia dan Qatar.
Polisi Australia mengaku tengah menyelidiki tuduhan korupsi seputar penawaran gagal Australia untuk turnamen edisi 2022 di mana Ketua Federasi Sepak Bola Australia Frank Lowy menyebut penanganan FIFA dalam turnamen ini "tidak bersih".
Menteri Olah Raga Australia Sussan Ley mengatakan pemerintahnya perlu melihat reformasi substansial pada FIFA sebelum mempertimbangkan ikut dalam tender-tender mengadakan turnamen-turnamen berikutnya.
Namun di tengah badai yang mengepung Blatter, sekitar 400 staf di markas besar FIFA malah memberikan standing ovation (penghormatan) kepada Blatter pada hari setelah dia mengundurkan diri, yang memicu perlombaan mengisi jabatan ketua federasi sepak bola paling kaya dan paling berkuasa di dunia ini.
Pemilihan berikutnya paling cepat diadakan Desember tahun ini, demikian AFP. (*)