Surabaya (Antara Jatim) - Januari menjadi waktu paling mengkhawatirkan terhadap penyakit akibat gigitan nyamuk "aedes aegypti". Pada bulan di awal tahun itu, masyarakat, khususnya dinas kesehatan di setiap daerah di Jawa Timur perlu ekstra waspada. Hal ini terbukti dari tren meningkatnya serangan nyamuk pembawa demam berdarah tersebut dalam bulan yang sama di lima tahun terakhir. Tidak hanya puluhan atau ratusan, tapi ribuan orang berbagai usia menjadi sasaran hingga harus mendapat perawatan di rumah sakit, bahkan tidak sedikit di antaranya meninggal dunia. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, pada Januari 2010 terjadi 5.599 kasus dari total 26.059 dalam kurun waktu setahun. Kemudian, tahun berikutnya di bulan yang sama terjadi 1.035 kasus dari 5.420 kasus dalam setahun. Hanya 2012 saja yang trennya justru terjadi pada akhir tahun, yakni dari 8.257 kasus, 1.225 di antarnya adalah kasus pada Desember. Tetapi pada 2013, banyaknya kasus demam berdarah terjadi lagi pada Januari yang mencapai 3.264 kasus dari 14.936 kasus dalam setahun. Selanjutnya pada 2014 total terdapat 8.906 kasus dan 973 kasus di antaranya terjadi Januari. Demikian juga pada bulan yang sama di 2015 yang penderitanya mencapai 2.557 kasus mulai 1-30 Januari. "Khusus tahun ini terjadi peningkatan sebanyak 155,3 persen dibandingkan bulan yang sama di 2014," ujar Kepala Dinas Kesehatan Jatim dr Harsono. Selama 30 hari terakhir, jumlah korban meninggal dunia sebanyak 49 orang akibat demam berdarah atau 1,9 persen dari total penderita pada bulan yang sama. "Korban meninggal dunia meningkat 113 persen dibandingkan bulan yang sama di tahun 2014 dengan jumlah empat orang," kata mantan Bupati Ngawi tersebut. Akibat kasus-kasus tersebut, Pemprov melalui Gubernur Jawa Timur Soekarwo menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) pada sejumlah daerah akibat meningkatnya wabah berdarah hingga dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, tiga kali pemprov secara bertahap menetapkan status KLB. Dari semula 11 kabupaten/kota pada 25 Januari, kemudian 15 daerah pada 27 Januari dan meningkat 21 daerah pada 30 Januari. Rinciannya, 11 daerah awal yang lebih dahulu ditetapkan statusnya KLB yakni Kabupaten Jombang, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten dan Kota Madiun. Kemudian dua hari berselang, seiring semakin mewabahnya demam berdarah, empat daerah lainnya juga dinyatakan berstatus KLB, yaitu Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Lamongan dan Kota Mojokerto. Hanya dalam kurun waktu tiga hari, kembali ditetapkan enam daerah lainnya berstatus sama, yaitu Kabupaten Tulungagung, Kota Kediri, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Bangkalan. Dinas Kesehatan Jatim juga memiliki catatan bahwa sembilan daerah pada Januari 2015 ini mengalami tren kasus demam berdarah meningkat dibandingkan 2014, yaitu Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Sampang, Kabupaten Gresik, Kabupaten, Bojonegoro dan Kota Pasuruan. Sedangkan, lima daerah dengan jumlah penderita terbanyak hingga akhir Januari adalah Kabupaten Sumenep (dengan 289 penderita), Kabupaten Jember (239), Kabupaten Pacitan (150), Kabupaten Jombang (136), dan Kabupaten Tulungagung (134). Pihaknya mengaku sudah melaporkannya ke Gubernur Jatim dan sudah diinstruksikan ke kepala daerah dan dinas kesehatan di daerah untuk menanganinya dengan cara KLB. Tidak menutup kemungkinan, lanjut dia, jumlah daerah dengan status KLB bertambah karena wabah penyakit tersebut masih menyebar. "Penetapan KLB demam berdarah ditandatangani oleh Gubernur Jatim Soekarwo dan sudah disampaikan ke masing-masing kepala daerah," tutur dia. Pemprov Jatim mengimbau kepada kepala daerah setempat untuk menangani persoalan demam berdarah juga dengan cara KLB seperti yang sudah diatur. Pemerintah bahkan sejak 2011 Pemprov Jatim telah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 20 Tahun 2011 yang meminta Bupati dan Wali Kota mewaspadai demam berdarah pada bulan tertentu, serta imbauan percepatan penanggulangan kasus ini. Jangan Remehkan Suhu Badan Akibat kasus-kasus tersebut, pemerintah berharap masyarakat lebih waspada terhadap penyebaran penyakit ini dan tidak meremehkan apabila terdapat anggota keluarga yang terserang gejala-gejalanya. "Jangan biarkan anak panasnya tinggi. Segera bawa ke rumah sakit untuk mencegah kemungkinan terburuk," kata Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf. Selain peran pemerintah, pihaknya berharap keaktifan masyarakat untuk mencegah ancaman nyamuk demam berdarah yang bisa menyerang siapa saja dan berapapun usianya. Menurut dia, upaya preventif seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan cara paling efektif untuk mencegah nyamuk "aedes aegypti" berkembang biak, antara lain dengan gerakan 3M, yakni mengubur, menguras dan menutup. "Bukti keberhasilan masyarakat dengan cara PSN terjadi di Surabaya yang tahun lalu termasuk endemis demam berdarah. Tapi kali ini berkurang karena keaktifan PSN," ucap mantan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal itu. Anggaran tak Terbatas Gubernur Jawa Timur Soekarwo menegaskan bahwa anggaran untuk penanganan wabah penyakit demam berdarah yang terjadi di mayoritas daerah setempat tidak terbatas jumlahnya. "Anggaran penanganannya tidak ada masalah karena tidak terbatas. Semua masuk ke anggaran tidak terduga sehingga jangan khawatirkan persoalan dana," ucapnya. Pihaknya juga mengingatkan kepada kepala daerah yang di wilayahnya telah ditetapkan status KLB untuk melaporkan jika membutuhkan bantuan penanganan ke pemerintah provinsi. "Penanganannya selama ini masih di tingkat daerah. Tapi kalau butuh dan kekurangan, pemprov pasti membantu," kata mantan Sekdaprov Jatim tersebut. Ia juga mengaku telah menyediakan semua yang dibutuhkan, seperti pengasapan atau fogging, alat-alat kesehatan serta obat-obatan untuk penyembuhan demam berdarah. Langkah ini, kata dia, diharapkan membantu daerah untuk segera menangani penderita demam berdarah agar tidak bertambah meluas dan menambah jumlah penderita. Menurut Pakde Karwo, sapaan akrabnya, permasalahan demam berdarah tidak hanya diatasi dengan langkah pengobatan (kuratif), namun juga upaya preventif dan promotif. Selain itu, ia juga menyarankan seharusnya anggaran BPJS yang diberikan ke tiap Puskesmas, juga disiapkan untuk pencegahan dan sosialisasi sehingga masyarakat bisa mencegah dan tanggap demam berdarah. Sekarang, lanjut dia, terdapat metamorfosis penyakit ini, salah satunya tidak semua penderita demam berdarah dimulai dengan tanda bintik-bintik merah di kulit. "Padahal, masyarakat masih mengandalkan tanda-tanda awal itu untuk mengetahui orang terkena DB atau tidak," ujar birokrat yang juga politisi tersebut. Ia juga mengimbau kepada masyarakat jika menemukan kondisi anggota keluarganya terserang demam tinggi untuk segera mengantarkannya ke rumah sakit sebagai antisipasi. "Panas badannya pun hampir sama dengan panas lainnya. Kalau terlambat penanganannya khawatir terlambat berobat dan akhirnya meninggal, salah satunya di Jombang," katanya. (*)
Mencegah Serangan Januari "Aedes Aegypti"
Sabtu, 31 Januari 2015 15:45 WIB