Kekerasan di Irak Tewaskan 15.000 orang pada 2014
Jumat, 2 Januari 2015 0:17 WIB
Bagdad (Antara/AFP) - Kekerasan di Irak menewaskan lebih dari 15.000 warga dan petugas keamanan pada 2014, kata angka pemerintah pada Kamis, membuatnya tahun paling mematikan sejak pertumpahan darah aliran meletus pada 2007.
Angka kumpulan kementerian kesehatan, dalam negeri dan pertahanan menyebut korban tewas 15.538 orang, berbanding 17.956 pada 2007, selama puncak pembunuhan aliran Sunni-Syiah.
Jumlah itu juga lebih dari dua kali lipat dari 6.522 orang tewas pada 2013.
Tahun itu dimulai dengan berdarah, dengan pemerintah kehilangan kendali atas bagian ibukota provinsi Anbar -Ramadi- dan seluruh Fallujah -hanya sebentar berkendaraan dari Baghdad- akibat direbut petempur penentang pemerintah.
Kekerasan itu dipicu pembongkaran kubu unjukrasa menentang pemerintah Arab Sunni negara itu di dekat Ramadi pada akhir 2013.
Itu menyebar ke Fallujah dan pasukan keamanan kemudian ditarik dari kedua kota tersebut, membuatnya terbuka untuk direbut.
Pada Juni, kelompok Negara Islam memelopori serangan besar, menyapu pasukan keamanan.
Petempur itu menyerbu kota kedua Irak -Mosul- dan kemudian melaju ke selatan menuju Bagdad, menimbulkan kekhawatiran bahwa ibukota tersebut akan diserang.
Mereka akhirnya berhenti, tapi merebut sejumlah bagian dari lima propinsi utara dan barat ibukota tersebut.
Gempuran IS di utara pada Agustus memukul pasukan Kurdi kembali ke ibukota wilayah otonomi mereka, membantu memicu gerakan pimpinan Amerika Serikat dengan serangan udara terhadap petempur tersebut.
Upaya itu kemudian diperluas dengan melatih pasukan Irak untuk menyiapkan mereka secepat mungkin bergabung dengan perang melawan IS.
Tentara dan polisi Irak, pasukan Kurdi, petempur suku Syiah dan Sunni berhasil merebut kembali beberapa wilayah dari IS.
Tapi, sebagian besar dari negara itu, termasuk tiga kota besar, tetap diluar kendali Bagdad.
Kemelut Irak merenggut ribuan korban jiwa warga pada 2014 dan membuat lebih dari dua juta orang kehilangan tempat tinggal, kata pejabat Palang Merah Antarbangsa (ICRC) pada Selasa.
"Kerusuhan itu, yang bertolak belakang dengan hukum kemanusiaan antarbangsa dan merenggut nyawa warga serta kehancuran harta bagi kelangsungan hidup, tetap menjadi masalah keprihatinan ICRC," kata pernyataan Patrick Youssef, pemimpin Perutusan ICRC di Irak. (*)