Menanti Perubahan Eks-Lokalisasi Dolly Surabaya
Minggu, 29 Juni 2014 21:13 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Harapan dari penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak Kota Surabaya secara resmi telah digelar di gedung Islamic Center Surabaya pada 18 Juni lalu, adalah berkurangnya praktik prostitusi di Kota Pahlawan itu.
Namun, pascapenutupan dua lokasi prostitusi yang disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara tidak semudah yang dibayangkan. Betapa tidak, banyak pekerja seks komersial (PSK) dan mucikari yang tidak berkenan mengambil uang kompensasi yang disediakan oleh pemerintah pusat.
Pengambilan uang kompensasi yang dilaksanakan di Koramil Sawahan mulai 19-26 Juni tenyata sepi peminat. Berdasarkan data PSK yang berhak mendapatkan uang stimulus berjumlah 1.449 dan mucikari sebanyak 311 orang. PSK mendapatkan uang kompensasi sebesar Rp5,050 juta dan mucikari sebanyak Rp5 juta.
Total uang yang disediakan untuk memberikan kompensasi ke PSK sebanyak Rp7,3 miliar dari Kementerian Sosial dan Rp1,5 miliar bantuan dari Pemerintah
Namun jumlah PSK yang sudah mengambil uang kompensasi sebanyak 397 orang dan mucikari sebanyak 69 orang. Sedangkan yang mengembalikan dana kompensasi sebanyak 5 PSK dan 3 mucikari.
Kepala Dinas Sosoal Supomo Supomo mengatakan pembagian dana stimultan bagi para PSK dan mucikari berdasarkan jadwal berakhir pada Kamis (26/6). Setelah itu, dia menegaskan tidak akan ada lagi perpanjangan waktu pengambilan dana kompensasi.
"Kita tetap berpedoman pada deadline pembagian stimultan yakni pada 26 Juni 2014. Tidak ada perpanjangan lagi. Dana yang tidak diambil akan dikembalikan ke Kemensos," kata mantan Camat Kenjeran ini.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya memastikan bahwa pengembalian dana stimultan oleh sebagian PSK tidak akan berpengaruh terhadap program rehabilitasi kawasan eks lokalisasi Dolly-Jarak.
"Itu terserah mereka. Uang itu akan kami kembalikan ke pemerintah pusat," katanya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Surabaya dalam mengedepankan pendekatan preventif dan
persuasif dalam penanganan di kawasan eks lokalisasi Dolly dan Jarak yang ditutup pada 18 Juni lalu.
"Kita juga melakukan pendekatan humanisme. Kita tidak lelah menumbuhkan awareness kepada rekan-rekan yang masih melakukan penolakan," kata Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Irvan Widyanto.
Menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemkot Surabaya memiliki hak dan wewenang untuk mengatur pemerintahan sendiri selain sembilan hal yang ditangani pusat.
Salah satunya, kata dia, Pemkot memiliki fungsi mengatur, empowering dan pemberdayaan warga. Pemkot Surabaya mengatur mana yang boleh dan mana yang tidak diperbolehkan.
"Pemerintah bersama warga telah menyatakan melalui deklarasi penutupan Dolly 18 Juni lalu, bahwa itu bukan lagi lokalisasi," katanya.
Setelah dideklarasikan, kata dia, kawasan tersebut bukan ditutup melainkan dialihfungsikan, seperti beralihfungsi kost-kostan atau tempat usaha. Sebab, kita juga punya Perda 7 Tahun 1999 bahwa rumah tidak diperbolehkan untuk tempat pemikatan atau prostitusi.
Irvan menegaskan, selama bulan puasa Ramadhan nanti, pihaknya akan tetap melakukan sweeping terhadap eks lokalisasi yang memang harus dilakukan dan wajib tutup. Dia juga menghimbau semua pihak agar menjaga untuk tidak mengadu domba agar tidak sampai terjadi konflik horizontal.
"Kita hindarkan diri dari yang namanya konflik horizontal. Tidak boleh terjadi ada korban atau dikorbankan. Tidak boleh ada, baik yang menolak atau setuju yang menjadi korban, itu keinginan dari ibu wali kota," katanya.
Tindak Tegas
Polrestabes Surabaya dan TNI siap menindak tegas pelaku pelanggaran berupa masih adanya praktik prostitusi di kawasan Dolly dan Jarak yang secara resmi sudah ditutup pada 18 Juni lalu.
Kasubag Humas Polrestabes Surabaya, Kompol Suparti mengatakan sejak awal, Polrestabes Surabaya mendukung sepenuhnya recana Pemkot Surabaya dalam penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak.
"Kita banyak mengantisipasi dengan membaur kepada masyarakat. Memang masih ada kelompok yang tidak setuju. Kami tetap melakukan pengawasan, pengamanan secara maksimal sampai tahap selanjutnya dilakukan. Intinya, sebagai petugas negara, kita berharap tidak memusuhi warga tetapi menegakkan peraturan," katanya.
Terkait masalah penegakan hukum, kata dia, bila ternyata masih ditemukan hal-hal terkait dengan kegiatan prostitusi, Polrestabes Surabaya akan menerapkan Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP.
Menurut dia, dalam Pasal 296 KUHP dijelaskan bahwa barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikan sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan.
Untuk Pasal 506 KUHP dinyatakan barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam kurungan satu tahun.
"Ini sudah pernah diterapkan Polres KP3 Tanjung Perak ketika ibu wali kota selesai menutup lokalisasi di Dupak Bangunsari. Pada Sabtu lalu sudah dijalankan di Sememi. Mudah-mudahan bulan puasa Ramadhan nanti jadi penyadaran," katanya.
Sementara itu, Asisten Operasi Gartap III Surabaya Kolonel Marinir Sri Sulistyo menjelaskan bahwa penanganan keamanan di lokasi eks lokalisasi pascadeklarasi penutupan Dolly, sesuai dengan tugas pokok Garnisun yaitu memelihara ketertiban dan tata tertib dalam rangka membantu pimpinan TNI.
Selain itu, kata dia, juga sesuai Undang-Undang Nomor 34 Pasal 7 ayat 2 butir 9 tentang bantuan TNI kepada pemerintah daerah.
"Keberadaan kita di situ, ada satuan polisi militer Garnisun (Pomgar) guna mencegah terjadi atau timbulnya pelanggaran-pelanggaran atau yang dilakukan oknum-oknum TNI yang ada saat penutupan lokalisasi Dolly. Apabila ada yang melindungi atau menutupi kegiatan ini, tugas kita adalah salah satunya sebagai penindak awal polisi militer," ujarnya.
Selama ini, kata dia, Sulistyo memerinci sudah ada tiga anggota TNI yang diproses. Penyebabnya, mereka kedapatan melintas atau sedang berada di kawasan eks-lokalisasi Dolly dan Jarak.
Selanjutnya, kata dia, ketiga personel tersebut diserahkan ke korpnya masing-masing guna ditindak lebih lanjut. "Jangankan terlibat langsung, kedapatan melintas di lokasi yang dilarang saja sudah termasuk pelanggaran disiplin," tegasnya.
Rehabilitasi
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan ada perubahan signifikan di bekas lokalisasi, di samping kondisi lingkungan yang lebih nyaman, harga tanah juga melonjak drastis, seperti yang terjadi saat ini di eks-lokalisasi Dupak Bangunsari.
Perubahan serupa diharapkan wali kota juga terjadi di Dolly dan Jarak. Warga terdampak, PSK dan mucikari hendaknya beralih ke profesi lain yang sebetulnya lebih menjanjikan.
Dalam hal ini, pihaknya akan menyulap lokalisasi Dolly menjadi kawasan bisnis dengan sejumlah fasilitas umum. Tak hanya membeli wisma New Barbara 22 senilai Rp9 miliar, orang nomor satu di Surabaya itu hendak membangun lapangan fustal.
Selain itu, Risma juga akan membangun gedung enam lantai yang akan difungsikan sebagai sentra pedagang kaki lima (PKL). Lantai dua untuk usaha makanan kering, lantai tiga dan empat khusus untuk perpustakaan dan komputer. Lantai lima akan digunakan untuk taman bermain anak-anak, sedangkan untuk lantai enam akan difungsikan sebagai balai RW.
Dalam pembelian wisma yang sudah dilengkapi lift ini, Risma setidaknya merogoh kocek anggaran negara sebesar Rp9 miliar. "Setidaknya di Dolly ini kami sudah memiliki sebanyak 10 titik lokasi. Tapi luasannya kecil-kecil. Nanti juga akan dibangun kantor Polsek Sawahan di Dolly ini," katanya.
Risma mengklaim saat ini sudah ada beberapa warga yang mengajukan untuk mendapat pelatihan montir. Sehingga, tidak menutup kemungkinan, wisma-wisma yang sudah dibeli Pemkot Surabaya akan diubah menjadi bengkel, baik bengkel mobil ataupun motor. Ini cukup menjanjikan lantaran jumlah pengguna kendaraan bermotor tiap tahun bertambah banyak. Sehingga, ini menjadi potensi pasar juga.
"Tadi saya dapat laporan ada tiga PSK lagi yang minta didata untuk dapat kompensasi. Tapi saya usahakan dapat juga, karena dananya dari Kemensos (Kementrian Sosial). Sekarang yang sudah terdapat sebanyak 1.449 PSK," katanya. (*)