Tingkat Ketebalan Landasan Pacu Bandara Banyuwangi Ditambah
Kamis, 1 Mei 2014 15:38 WIB
Banyuwangi (Antara Jatim) - Bandara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, terus melakukan pembenahan fasilitas, salah satunya dengan menambah tingkat ketebalan landasan pacu agar bisa didarati pesawat berukuran besar.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas setelah peresmian penerbangan perdana Garuda Indonesia rute Surabaya-Banyuwang-Denpasar di Banyuwangi, Kamis, mengatakan tingkat ketebalan landasan pacu yang saat ini masih 12 PCN (Pavement Classification Number) akan ditingkatkan menjadi 25 PCN.
"Peningkatan kualitas landasan pacu Bandara Blimbingsari menghabiskan anggaran sekitar Rp65 miliar yang berasal dari dana APBN. Proyek itu dijadwalkan selesai tahun ini," katanya.
Sebelumnya, landasan pacu bandara yang terletak di Desa Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi, itu, juga telah diperpanjang dari 1.400 meter menjadi 1.800 meter.
Saat ini, ada dua penerbangan komersial yang melayani jalur menuju Banyuwangi, yakni Maskapai Wings Air yang telah beroperasi sejak 2012 dan Garuda Indonesia yang memulai penerbangan pada 1 Mei 2014. Keduanya maskapai itu menggunakan pesawat berukuran sedang jenis ATR untuk melayani jarak sedang.
Perkembangan penumpang pesawat di Bandara Blimbingsari Banyuwangi terus mengalami peningkatan sejak dibukanya penerbangan komersial pada 2011.
Pada awalnya, jumlah penumpang tercatat hanya 7.000 orang, kemudian melonjak menjadi 24.000 orang pada 2012, sedangkan pada 2013 terjadi peningkatan hampir dua kali lipat menjadi 44.000 penumpang.
Abdullah Azwar Anas menjelaskan bahwa pada tahun ini, Bandara Blimbingsari akan diubah menjadi "green airport" atau bandara berkonsep hijau pertama di Indonesia dengan terminal baru seluas 3.500 meter persegi.
"Bandara ini didesain tanpa AC, kecuali di ruangan tertentu. Sirkulasi udara diatur dengan kisi-kisi dan lebih banyak ruang terbuka. Aliran air juga ikut membantu menyejukkan udara dan di sekeliling terminal terdapat tanaman hijau," ujarnya.
Dengan konsep hijau, lanjut Anas, energi alami dimanfaatkan dengan mengatur pencahayaan matahari sebagai penerang ruangan pada siang hari. Selain itu, dinding bandara akan berbentuk kisi-kisi yang memungkinkan angin lewat serta cahaya matahari masuk.
"Nantinya juga akan ada kolam-kolam ikan yang berfungsi menurunkan tekanan udara dan pohon-pohon yang menambah kesejukan," tambahnya.
Ia menambahkan konsep arsitektur hijau yang dipilih adalah desain pasif, yakni pilihan pembangunan "green building" yang digarap sejak awal oleh arsitek. Konsep itu berbeda dengan desain aktif yang banyak mengandalkan teknisi untuk menghemat energi.
Bandara Banyuwangi juga dirancang menggunakan bahan daur ulang dengan memanfaatkan kayu ulin bekas sebagai bahan utama, baik untuk tiang penyangga maupun dinding bangunan bandara.
"Selain aspek lingkungan, konsep hijau juga mengakomodasi budaya lokal dan mengadopsi gaya rumah Osing (suku asli Banyuwangi)," kata Anas. (*)
Keterangan foto: Pesawat Garuda Indonesia ATR 72-600 saat mendarat di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi, Kamis (1/5).