Presiden Minta WNI di Australia Tetap Tenang
Rabu, 20 November 2013 15:05 WIB
Oleh Muhammad Arief Iskandar
Jakarta (Antara) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar Warga Negara Indonesia (WNI) di Australia untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa, terkait dengan tengah memanasnya hubungan pemerintahan kedua negara akibat isu penyadapan.
"Saya berpesan kepada rakyat Indonesia di Australia, apakah diplomat ataupun pekerja dan mahasiswa untuk tetap tenang dan teruslah bekerja dan belajar, Pemerintah Indonesia dan Australia memiliki kewajiban mengatasi masalah ini (penyadapan)," kata Presiden saat memberikan pernyataan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu.
Presiden menyampaikan hal itu di hadapan para wartawan, didampingi oleh Duta Besar Indonesia untuk Australia Najib Riphat Kesoema bersama Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam.
Pemerintah Indonesia tengah melakukan protes terhadap Pemerintah Australia atas isu penyadapan yang dilakukan Negeri Kangguru tersebut terhadap sejumlah pejabat Indonesia. Namun sayangnya, pemerintah Australai hingga saat ini belum menjelaskan secara resmi kepada Indonesia terkait hal itu.
Pemerintah telah menarik Duta Besar untuk Australia Najib Riphat Kesoema ke Jakarta sebagai bentuk protes untuk meminta pertanggungjawaban dan penjelasan Australia.
Presiden juga telah membekukan tiga kerja sama yaitu kerja sama militer terkait latihan gabungan kedua negara, kerja sama pertukaran informasi dan data intelijen dan kerja sama operasi militer dalam penanggulangan penyelundupan manusia. Selain itu, juga masih akan melakukan evaluasi terhadap kerja sama antarkedua negara.
Presiden kecewa terhadap aksi penyadapan tersebut mengingat kedua negara memiliki hubungan baik, dan merupakan sahabat, apalagi hubungan kedua negara telah meningkat menjadi kemitraan strategis sejak 2005.
"Kalau ada yang mengatakan intelijen itu bisa melakukan apa saja, saya justru bertanya, intelijen itu arahnya ke mana, kenapa harus menyadap kawan bukan lawan, saya menganggap ini masalah yang serius, bukan hanya aspek hukum, saya kira hukum di Indonesia dan Australia tidak memperbolehkan menyadap pejabat negara lain," katanya, menegaskan.
Presiden menambahkan, "Yang lebih penting kalau berpikir jernih, ini tentu berkaitan dengan moral dan etika sebagai sahabat, sebagai tetangga, sebagai 'partner' yang sebenarnya menjalin hubungan yang baik," tukasnya.(*)