Sampang (Antara Jatim) - Tokoh ulama Sampang, Madura, Jawa Timur KH Syaifuddin menyetujui perdamaian atau islah dua kelompok bertikai, yakni Sunni dan Syiah seperti yang digagas Presiden melalui Menteri Agama RI. "Kami para ulama setuju dengan perdamaian, dan agama Islam memang membenci pertikaian," kata KH Syaifuddin di Sampang, Sabtu. Tokoh ulama yang juga pengasuh pondok pesantren Darul Ulum, Omben, Sampang tersebut mengemukakan hal ini, menanggapi adanya keberita "islah" antara dua kelompok bertikai, yakni antara Syiah dan Sunni beberapa waktu lalu. Hanya saja, kata dia, upaya perdamaian yang dilakukan kedua belah pihak itu, tidak mencerminkan sebagai bentuk perdamaian yang sebenarnya, karena yang mewakili kelompok Sunni, bukan dari ulama Sampang, melainkan warga dari luar Sampang. Padahal, tempat terjadinya konflik bernuansa Sara, antara pengikut aliran Islam Syiah dengan pengikut Islam Sunni itu di wilayah Kabupaten Sampang, sehingga semestinya yang menghadiri perdamaian itu dari kalangan ulama Sampang. "Secara pribadi dan sebagai pengikut Sunni, saya setuju dengan perdamaian," katanya menegaskan. Kendatipun menyatakan setuju, sambung KH Syaifuddin, para ulama Sunni, termasuk yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nahdlatul Ulama (NU) Sampang sepakat mengajukan syarat, yakni mereka harus merehabilitasi aqidahnya. Menurut dia, syarat itu merupakan syarat pokok perdamaian kedua belah pihak yang bertikai, karena sesuai dengan Fatwa MUI Jatim, aliran Syiah merupakan alairan Islam yang sesat. "Syarat perdamaian ini telah kami sampaikan kepada Presiden beberapa waktu lalu," katanya menjelaskan. Konflik antara Islam Syiah dan Sunni di Sampang, Madura ini berawal dari hubungan keluarga antara pimpinan Islam Syiah Tajul Muluk dengan saudaranya Rois Al Hukama. Ketika itu, keduanya masih sama-sama menganut aliran Islam Syiah. Namun karena persoalan perempuan, Rois akhirnya memilih keluar dari aliran itu. Sejak saat itu, maka tersiar kabar di kalangan masyarakat Sampang penganut aliran Sunni bahwa Tajul Muluk mengajarkan aliran Islam sesat, hingga akhirnya terjadi penyerahan kepada kelompok pengikut aliran Syiah pimpinan Tajul Muluk. Pada Agustus 2012, perkampungan pengikut aliran Islam Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Bluuran, Kecamatan Karangpenang diserang kelompok bersenjata dan menyebabkan satu orang tewas, serta enam orang lainnya luka-luka. Sebanyak 47 unit rumah milik penganut aliran Islam ini juga dibakar, termasuk madrasah dan mushalla penganut aliran Islam Syiah. Penyerangan yang terjadi pada Agustus 2012 itu merupakan kali kedua. Sebelumnya pada Desember 2011, pengikut Tajul Muluk ini juga pernah diserang, dan sekitar 300 kepala keluarga terpaksa menungsi. Berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan pemerintah, termasuk berupaya mendamaikan kedua belah pihak, namun belum membuahkan hasil, hingga akhirnya pemerintah memutuskan agar penganut aliran Islam Syiah di Sampang itu dipindah, sesuai dengan keinginan mayoritas ulama di Pulau Garam itu. Kini para pengungsi pengikut aliran Islam Syiah, korban tragedi kemanusiaan Sampang tersebut tinggal di lokasi pengungsian di Rusunawa Puspa Agro Sidoarjo dan belum bisa kembali ke kampung ke halamannya di Sampang. (*)
Ulama Madura Setuju Syiah-Sunni Berdamai
Sabtu, 5 Oktober 2013 19:29 WIB