Oleh Indra Arief Pribadi Jakarta (Antara) - Pengingkaran nilai-nilai Pancasila dalam pemahaman dan tindakan saat ini, salah satu penyebabnya adalah karena kebablasan berpolitik oleh para elit, dan juga lapisan masyarakat lainnya sejak era reformasi bergulir, kata peneliti senior LIPI Siti Zuhro. "Pengingkaran terhadap pentingnya Pancasila jelas tak bisa diterima. Ini merupakan euforia politik yang kebablasan," kata Siti Zuhro kepada Antara di Jakarta pada Selasa. Menurut Siti, dalam konteks politik, sejak lahirnya reformasi pada 1998, euforia kebablasan berpendapat dan berserikat telah mewarnai kehidupan politik di Indonesia, namun kebebasan tersebut memunculkan segelintir pemikiran yang melupakan falsafah nilai nilai Pancasila. Hal itu terlihat jelas, lanjut Siti, ketika sejak bergulirnya reformasi, ideologi dan dasar negara Pancasila seolah "terpinggirkan" karena masyarakat sangat mendewakan kebebasan. "Sejak jatuhnya Soeharto, Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara seolah menjadi barang yang sangat jarang dibicarakan," kata Siti, yang telah merampungkan beberapa buku bertema politik dan sosial. Menurut Siti, penafian atau pengingkaran nilai-nilai Pancasila tidak boleh terus terjadi, walaupun beberapa program sosialisasi Pancasila, terdapat yang dihentikan karena dianggap merupakan produk rezim Orde Baru. "Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) yang dibubarkan bisa dipahami, namun penafian terhadap pentingnya Pancasila jelas tak bisa diterima," ujarnya. Eksistensi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila semakin teramat penting, apalagi dengan banyakanya masalah-masalah bangsa seperti intoleransi, disintegrasi bangsa, terorisme dan semakin maraknya korupsi. "Ibarat tubuh manusia, Pancasila adalah ruh," ujarnya. (*)
Peneliti LIPI: Pengingkaran Pancasila karena Kebablasan Berpolitik
Selasa, 1 Oktober 2013 15:32 WIB