Kadin Imbau Masyarakat Kurangi Konsumsi Kedelai Impor
Selasa, 27 Agustus 2013 14:53 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim) mengimbau masyarakat perdagangan mengurangi konsumsi kedelai impor dengan melakukan upaya diversifikasi pangan.
"Kalau harga dolar Amerika Serikat (AS) kian menguat, ya otomatis harga kedelai dan barang lain yang diimpor naik. Untuk itu, konsumsi nasional terhadap barang impor harus di-rem," kata Ketua Komite Tetap Pengendalian Impor Kadin Jatim, Judy Purwoko, di Surabaya, Selasa.
Ia optimistis diversifikasi pangan mampu menghindarkan perdagangan Indonesia dari pengaruh apapun yang mengancam perekonomian nasional. Dengan strategi tersebut masyarakat juga tidak akan mempunyai ketergantungan terhadap bahan baku maupun barang dari luar negeri.
"Walau demikian, pelemahan rupiah terhadap dolar AS memang dapat berimbas pada kondisi perdagangan di pasar nasional," ujarnya.
Ia mencontohkan, saat ini dampak pelemahan rupiah dapat terlihat dari peningkatan harga jual buah impor di pasar nasional yang mencapai hingga 25 persen dibandingkan harga normal.
"Buah anggur merah yang diimpor dari China, kini harganya naik menjadi Rp50.000 perkilogram sedangkan sebelum rupiah melemah hanya Rp40.000 perkilogram," katanya.
Ia khawatir, apabila kenaikan harga jual barang impor semakin meluas ke seluruh sektor maka yang dirugikan adalah konsumen. Penyebabnya, pelemahan rupiah mengakibatkan daya beli masyarakat semakin rendah.
"Untuk itu, penguatan di sektor perdagangan dalam negeri harus dikuatkan sejak dini sehingga Indonesia bisa bertahan dari berbagai goncangan ekonomi," katanya.
Mengenai sampai kapan negara ini harus bertahan, ia mengaku, sulit memprediksi hal itu menyusul pelemahan rupiah terhadap dolar AS juga tidak mudah diperkirakan.
"Selain kedelai, ketergantungan Indonesia terhadap barang impor adalah gandum asal AS. Komoditas itu paling besar diimpor oleh negara ini karena masyarakat dari pusat hingga desa membutuhkan gandum sebagai bahan pangan," katanya.
Di sisi lain, sebut dia, di sektor industri justru bijih plastik menjadi salah satu komoditas impor yang paling banyak didatangkan ke dalam negeri. Umumnya, barang asal China itu digunakan sebagai bahan baku berbagai alat kesehatan dan lainnya.
"Selain itu, melalui beragam strategi perdagangan tersebut kami yakin target pertumbuhan ekonomi yang direvisi Pemprov Jatim menjadi 6,9 hingga tujuh persen dapat terealisasi," katanya.
Jika angka pertumbuhan itu bisa terwujud di Jatim, lanjut dia, kondisi perekonomian provinsi ini selama tahun 2013 sudah bagus dibandingkan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Awalnya pertumbuhan ekonomi nasional ditarget melebihi sekitar 6,5 persen.
"Akan tetapi kami perkirakan justru terkoreksi menjadi kurang dari enam persen akibat terpengaruh pelemahan rupiah," katanya. (*)