Surabaya - Tim Srikandi Mahasiswa Pecinta Alam (Wanala) Universitas Airlangga Surabaya melakukan latihan untuk menaklukkan Bromo menjelang pendakian ke Gunung Aconcagua, Argentina, pada Desember 2012. "Enam Srikandi Wanala Unair itu berlatih di Bromo pada 21-24 September, dan rencananya berlanjut ke Semeru," kata anggota Tim Surabaya untuk Srikandi Wanala Unair ke Aconcagua, Aditya, di Surabaya, Senin. Latihan di Bromo, kata dia, dibimbing instruktur Ripto Mulyono (47) yang merupakan mantan pendaki tujuh puncak tertinggi di dunia atau lebih dikenal dengan sebutan "seven summits". Menurut Ripto, latihan ini dilakukan untuk berlatih teknik pendakian di gunung es, karena medan yang berpasir di Bromo itu mirip dengan permukaan salju. "Saya rasa Pegunungan Bromo merupakan tempat yang ideal untuk latihan para Srikandi Wanala Unair," kata Ripto Mulyono sebagaimana ditirukan Aditya. Selain udara dingin yang menusuk tulang dan kadar oksigen yang lebih sedikit dibandingkan dengan kota membuat napas lebih terpacu, lalu angin kencang dengan membawa material pasir menjadi salah satu kendala di Bromo. Dengan permukaan pegunungan Bromo yang berpasir tebal, Ripto Mulyono memanfaatkan vegetasi alam pegunungan Bromo untuk latihan, antara lain "self rescue" dengan cara simulasi jatuh dari tempat ketinggian sekitar 6 meter. Setelah itu, dia langsung sigap menyelamatkan diri dengan menancapkan alat di permukaan berpasir sebelum jatuh ke dasar dengan menggunakan "ice axe" (alat pemecah batu es dan sebagai alat bantu berjalan). Ripto juga mengajarkan simulasi teknik berjalan di permukaan salju dengan menggunakan "crampoon" yang merupakan semacam alat bantu berjalan berbentuk paku-paku tajam yang dipasangkan di telapak sepatu yang berguna untuk mencengkram permukaan salju. "Itu akan mempermudah untuk berjalan di atas permukaan salju di gunung Aconcagua, Argentina nantinya," kata Ripto lagi yang disampaikan Aditya. Selain latihan teknik pendakian gunung es, ke-6 atlet Srikandi Wanala Unair juga melakukan latihan fisik dengan berlari sprint sejauh 400 meter selama 15 menit. Ada pula lari naik turun bukit selama 45 menit dan berlari sprint berawal dari basecamp menuju puncak kawah Bromo dengan dihitung waktu. "Lari di lautan pasir ini terasa sangat berat dibandingkan dengan lari di kota, mungkin karena permukaan yang berpasir tebal membuat langkah terasa lebih berat," ujar Aprilia (20), salah satu atlet Srikandi Wanala Unair. Selain itu, debu yang dihasilkan oleh hentakan langkah kaki dan tiupan angin kencang membuat pasir debu di sekitar berterbangan, sehingga terasa sesak di tenggorokan dan harus menggunakan masker rangkap dua. "Seluruh aktivitas latihan di Bromo itu untuk kebaikan dan kelancaran atlet saat melakukan pendakian di Gunung Aconcagua, Argentina," kata ketua operasional 2012, Lestari Ningsih. (*)

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012