Sumenep - Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep menyatakan, sebagian petani setempat enggan menanam benih jagung berlabel, karena lebih memanfaatkan benih "tradisional". "Petani di Sumenep enggan membeli benih jagung berlabel, karena merasa sudah memiliki benih jagung dari hasil panen sebelumnya (benih tradisional)," kata Kabid Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Disperta) Sumenep, A Salaf Junaidi di Sumenep, Rabu. Ia menjelaskan, hingga sekarang, minat petani di Sumenep untuk menanam jagung masih tinggi, karena mengganggap lahannya paling cocok ditanami jagung. "Sebagian besar lahan tanam jagung di Sumenep bersifat tadah hujan. Oleh karena itu, produktivitas rata-rata jagung di Sumenep sekitar tiga kilogram per hektare," ujarnya. Sesuai hasil evaluasinya, kata dia, lahan tanam jagung di Sumenep selalu di atas 130 ribu hektare, dan itu merupakan areal terluas di Jawa Timur. "Setiap tahunnya, luas lahan tanam jagung di Sumenep pada kisaran 130 ribu hektare hingga 150 ribu hektare. Dengan produktivitas tiga ton per hektare, produksi jagung di Sumenep juga tertinggi di Jawa Timur," ucapnya. Salaf juga mengemukakan, petani di Sumenep rata-rata lebih dulu menyimpan jagung hasil panennya itu untuk kepentingan sendiri (dikonsumsi), dibanding langsung menjualnya. "Jagung itu disimpan sebagai bahan pangan pengganti beras. Sebagian warga Sumenep juga lebih senang memasak nasi dengan campuran jagung yang sudah digiling," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012