Malang - "Malang Corruption Watch" menengarai proses transaksional atau tawar menawar antara sekolah dengan wali murid selama penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Kota Malang, Jawa Timur, masih terjadi. Penasehat "Malang Corruption Watch" (MCW) Lutfi J Kurniawan, Rabu mengemukakan, proses transaksional di sekolah selama proses PPDB sudah banyak terjadi, antara lain di SDN Sawojajar 1 dan SDN Bunulrejo 1, dengan jumlah tarikan pada wali murid mencapai Rp1,5 juta. "Jumlah tarikan (pungutan) awalnya mencapai Rp2 juta, kemudian ditawar menjadi Rp1,5 juta. Hal itu seharusnya tak boleh terjadi pada jenjang pendidikan dasar," katanya di sela-sela aksi unjuk rasa di DPRD Kota Malang. Menurut dia, padahal dalam wajib belajar 9 tahun ini sudah jelas-jelas tak boleh ada pungutan apapun. Namun, kepala sekolah dan dinas pendidikan justru melegalkan pungutan tersebut. Bahkan, lanjutnya, jumlah jenis pungutan liar tahun ini justru lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Jika pada tahun lalu ada 25 jenis pungutan liar, tahun ini ada 56 jenis pungutan. Hanya saja, ketika para aktivis MCW dan Koalisi Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP) Malang itu menggelar unjuk rasa di DPRD, tak satupun anggota dewan yang menemui, bahkan anggota dewan dari Komisi D juga tidak ada di tempat. "Dalam situasi genting seperti saat ini, anggota dewan seharusnya siap menerima keluhan masyarakat dan menindaklanjutinya, namun mereka tak satupun yang ada di tempat. Kami merasa dirugikan," tegasnya. Seharusnya, tegas Lutfi, DPRD bisa memposisikan diri sebagai pihak yang lebih mementingkan kepentingan rakyat. Kalau sudah seperti ini, anggota dewan sama dengan melakukan pembohongan publik, bahkan fungsi kontrol yang dimiliki DPRD juga telah hilang. Karena tak ditemui dewan, akhirnya MCW dan FMPP bertolak ke Kejaksaan Negeri Kota Malang, untuk menyampaikan data-data terkait adanya pungutan liar yang dilakukan oleh sekolah. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012