Surabaya - Bisnis jual beli produk melalui sistem jaringan internet atau "online" dalam beberapa tahun terakhir berkembang sangat pesat, namun belum banyak pelaku bisnis itu yang melaporkan pajak usahanya. Kepala Kantor Pajak Pratama (KPP) Karang Pilang Surabaya, Agus Mulyono, kepada wartawan di Surabaya, Jumat, mengemukakan, potensi pajak dari bisnis jual beli melalui online maupun media jejaring sosial cukup besar. "Saat ini mulai banyak pelaku bisnis, terutama perempuan yang melakukan transaksi jual beli produk melalui internet atau media jejaring sosial, seperti facebook dan twitter," katanya usai seminar "Sehat Usaha, Sehat Pajaknya". Kegiatan seminar ini bekerja sama dengan komunitas pengusaha wanita di Surabaya yang memiliki bisnis online, yakni "Woman Online Community Surabaya" (Wosca). "Perkiraan kasar kami, nilai transaksi bisnis online yang terjadi di Surabaya bisa mencapai Rp25 miliar setahun. Tapi, belum banyak pebisnis online yang melaporkan pajaknya," ujar Agus. Menurut dia, semua jenis transaksi jual beli yang menimbulkan penghasilan, masuk sebagai objek pajak, termasuk transaksi melalui online. Khusus untuk pelaku bisnis online, pajak yang bisa dikenakan bisa berupa pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak penghasilan (PPh). Kendati demikian, ada sejumlah persyaratan transaksi yang bisa dikenai pajak, salah satunya omzet usaha minimal Rp600 juta pertahun untuk PPn. Sedangkan untuk PPh, harus lebih besar dari penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yakni Rp15,8 juta pertahun untuk perorangan. "Kalau nilainya masih di bawah itu, sudah tentu tidak bisa dikenai pajak," kata Agus Mulyono. Pada kesempatan itu, anggota "Wosca" Riana Budianti mengemukakan, jumlah anggota komunitas bisnis online ini sekitar 300 orang dan belum seluruhnya mengurus pajak usaha. "Kami akan terus melakukan sosialisasi masalah pajak ini kepada anggota, agar mereka yang belum tahu segera melaporkan pajak usahanya," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012