Komisi C DPRD Surabaya mendorong Pemkot Surabaya untuk terus melakukan penanganan banjir secara terintegrasi dan strategis untuk memitigasi dampak banjir.
 
Ketua Komisi C DPRD Surabaya Eri Irawan di Surabaya, Rabu, mengatakan banjir yang terjadi pada Selasa malam (24/12) merupakan perpaduan dari banyak penyebab, bukan satu faktor saja seperti kekuatan sistem saluran yang ada. Sehingga, diperlukan penanganan yang lebih terintegrasi.
 
"Yang pertama tentu kita semua perlu menyampaikan apresiasi kepada seluruh jajaran petugas Pemkot Surabaya dan semua elemen masyarakat yang terus bekerja menangani banjir. Petugas dan elemen masyarakat, ada perangkat RT/RW, bekerja bahkan sampai Rabu pagi sejak Selasa malam, termasuk Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Bahwa masih ada yang perlu dioptimalkan dalam penanganan, itu yang harus terus dibenahi ke depan,” ujar Eri Irawan.

Dia menuturkan, beberapa langkah penanganan terintegrasi yang sudah mulai dijalankan Pemkot Surabaya perlu terus dilakukan, sembari dilakukan sejumlah evaluasi teknis. Pertama, terus melakukan normalisasi agar kapasitas aliran air bisa meningkat.
 
"Normalisasi pada saluran air telah diatur waktunya. Sebenarnya sudah dilakukan pada sebagian besar saluran, tetapi memang belum semuanya. Itu yang perlu terus dilakukan, termasuk dengan meningkatkan sumberdayanya agar bisa optimal," ujarnya.
 
Kedua, terus menambah instrumen tampungan air (reservoir air) untuk pengendali banjir, seperti waduk, bozem, dan sebagainya.
 
"Kapasitas saluran sebagai long water storage pasti berpotensi kesulitan menampung curah hujan yang tinggi, termasuk karena di dalamnya ada potensi hambatan seperti sampah, kabel, dan sebagainya. Sehingga kita perlu tampungan air lebih banyak lagi. Ada beberapa lahan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) pengembang yang sudah diserahkan ke Pemkot Surabaya yang bisa dimanfaatkan sebagai bozem. Sebagian sudah, dan ke depan harus terus ditambah," ujarnya
 
Ketiga, kolaborasi sejak dari daerah hulu, mengingat Surabaya adalah daerah hilir atau daerah delta yang memiliki dataran lebih rendah.

Pengelolaan lingkungan yang baik di daerah hulu, termasuk dalam hal pengelolaan air hujan, akan memastikan daerah hilir seperti Surabaya tidak terdampak secara signifikan. Maka kolaborasi antar-daerah yang dikoordinasikan Pemprov Jatim menjadi hal penting, termasuk pelibatan pemangku kepentingan lain seperti Balai Besar Wilayah Sungai Brantas dan Perum Jasa Tirta I.
 
”Fungsi alami sungai termasuk di daerah hulu harus dikembalikan, di antaranya dengan memperkuat vegetasinya untuk mengurangi risiko bencana termasuk banjir,” jelasnya.
 
Keempat, manajemen sampah harus terus diperbaiki kualitasnya, karena publik masih melihat setiap hari petugas membersihkan sampah di rumah pompa, yang jumlahnya bisa mencapai 1-2 ton per hari.

Hal ini harus menjadi evaluasi bersama antara pemerintah dan publik. Di satu sisi, Pemkot Surabaya perlu menangani sampah sejak dari hulu di tingkat rumah tangga di kampung-kampung.

Dalam hal ini, partisipasi publik diperlukan dengan kesadaran bersama memilah sampah sejak dari rumah.
 
Kelima, Pemkot Surabaya perlu melakukan penataan ruang secara lebih terukur, termasuk mengurangi pembangunan di daerah yang berpotensi menjadi resapan air. ”Aset-aset Pemkot yang idle juga perlu secara bertahap ditingkatkan fungsinya menjadi kawasan hijau,” ujarnya.
 
Keenam, yang juga sangat penting adalah pemanfaatan teknologi untuk optimalisasi berbagai instrumen pengendalian banjir, termasuk pintu air dan rumah-rumah pompa. “Teknologi juga perlu dimanfaatkan untuk menyampaikan potensi dampak banjir dengan melaporkan curah hujan dan ketinggian air secara langsung ke warga,” katanya.*

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Astrid Faidlatul Habibah


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024