Ketua program studi (Kaprodi) Ekonomi Pembangunan Universitas Bojonegoro (Unigoro), M. Syaiful Anam, SE., MM., meminta pemerintah daerah setempat untuk meningkatkan edukasi terkait pemahaman masyarakat soal rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
Anam, di Bojonegoro, Jawa Timur, Selasa mengatakan bahwa perlu dipahami bahwa pajak tersebut nantinya akan dipergunakan untuk kepentingan masyarakat seperti pembiayaan jaminan sosial, pembangunan infrastruktur dan lainnya.
"Jika masyarakat paham ada efek baik yang bisa dirasakan, saya yakin tidak akan ada gejolak," kata Anam.
Anam menambahkan, dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait kenaikan PPN, dan bukan hanya berbicara soal kepentingan pemerintah saja, hal tersebut menjadi salah satu langkah mitigasi yang bisa dilakukan.
"Pemerintah daerah harus memiliki mitigasi ekonomi terhadap naiknya PPN. Akademisi wajib mengingatkan pemerintah bagaimana efek yang muncul nantinya, terlebih jika kebijakan tersebut dilakukan saat perekonomian belum stabil," kata Anam.
Anam menyampaikan, pemerintah yang akan menerapkan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 tersebut, memang berpotensi memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
"Sehingga pemerintah daerah harus menyiapkan mitigasi agar aktivitas perekonomian warga tetap berjalan baik," terangnya.
Menurut dia, ada dua alasan PPN naik menjadi 12 persen, pertama, pemerintah saat ini, memiliki program prioritas yang menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga dibutuhkan penerimaan negara lebih banyak.
Kemudian, alasan kedua, pada 2025 ada utang luar negeri yang jatuh tempo dan harus dibayar.
"Jika dilihat dari efek yang akan muncul, justru masyarakat kelas menengah yang kena imbasnya," lanjut Anam.
Menurutnya, masyarakat kelas menengah juga masuk dalam kategori rentang, dikarenakan dengan kenaikan PPN tersebut akan menyebabkan daya beli yang menurun, namun tidak diimbangi dengan naiknya pendapatan.
Ia menilai, kelompok masyarakat kelas menengah tidak memiliki banyak instrumen perlindungan sosial. Perlindungan sosial banyak diberikan pada masyarakat kelas bawah.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024