Surabaya - "Indonesia Telecommunications Users Group /IDTUG" menuding ketidaktegasan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia/BRTI menjadi penyebab maraknya kasus pencurian pulsa di Indonesia.
"Secretary General IDTUG", Muhammad Jumadi, menilai, pencurian pulsa yang kerap terjadi dan merugikan konsumen telekomunikasi di pelosok Nusantara disebabkan oleh adanya kejahatan yang terstruktur.
"Apalagi, sampai sekarang banyak konten provider yang tidak terdaftar di BRTI," ujarnya, di Surabaya, Rabu.
Ia mencontohkan, kalau ada 10 konten yang dipasarkan di Indonesia maka bisa dipastikan lima konten di antaranya tidak didaftarkan "content provider/CP" ke BRTI.
"Namun, sampai sekarang banyaknya 'CP' di dalam negeri sesuai catatan BRTI ada sekitar lebih dari 100 perusahaan. Tapi, estimasi kami jumlahnya lebih dari itu," katanya.
Mengenai kinerja BRTI, jelas dia, sampai sekarang mereka belum mampu menyelesaikan banyaknya kasus pencurian pulsa di pasar domestik. Padahal, mereka mendapat jatah waktu penyelesaian masalah itu selama tiga bulan.
"Tetapi saat ini sudah lebih dari enam bulan dan kasus pencurian pulsapun belum terpecahkan bagaimana solusinya," katanya.
Apalagi, tambah dia, kini masa tugas BRTI sudah habis dan saatnya menunjuk anggota yang baru. Untuk itu, pihaknya berharap anggota baru BRTI yang akan direkrut bisa memiliki kompetensi nanmemadai.
"Jangan asal rekrut anggota karena dampaknya bisa seperti sekarang dan tak sesuai dengan permintaan industri telekomunikasi," katanya.
Bahkan, lanjut dia, BRTI seolah membiarkan ketika mereka mengetahui ada "CP" yang sengaja tak mendaftarkan kontennya ke badan regulasi tersebut.
"Khusus bagi masyarakat yang menjadi korban pencurian pulsa, kami imbau pelaku tersebut bisa mengembalikan kerugian mereka. Idealnya berupa pulsa karena besaran nilai pulsa yang dicuri pasti tersimpan di 'database' mereka," tegasnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012