Penanganan masalah sampah di wilayah perkotaan menjadi tantangan tersendiri dan pekerjaan rumah yang cukup besar untuk segera diselesaikan. Terlebih, wilayah perkotaan tersebut saat ini juga menjadi daerah tujuan wisata yang mempengaruhi jumlah timbunan sampah.
Penanganan sampah di Indonesia, memang masih jauh dari kata ideal, terlebih proses pemilahan sampah dari sumbernya, seperti rumah tangga, kondisinya berbeda dengan apa yang diterapkan oleh negara-negara maju seperti Jepang.
Penanganan sampah saat ini, mendesak untuk dilakukan sehingga perlu langkah darurat untuk menangani persoalan sampah tersebut. Salah satu cara untuk menangani persoalan sampah yang semakin banyak, adalah dengan menggunakan mesin insinerator.
insinerator merupakan alat yang dipergunakan untuk membakar limbah dalam bentuk padat yang dioperasikan dengan memanfaatkan teknologi pembakaran pada suhu tertentu. Mesin ini, seharusnya menjadi langkah terakhir untuk menangani persoalan sampah.
Namun, dalam kondisi darurat persoalan sampah yang terjadi di Indonesia, mesin insinerator bisa menjadi salah satu upaya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi saat ini, sembari pemerintah menyiapkan peta jalan jangka panjang pengelolaan sampah.
Salah satu mesin insinerator yang telah beroperasi di sejumlah wilayah di Indonesia adalah buatan anak bangsa bernama Prabowo, dengan mesin yang diberi nama DODIKA. DODIKA merupakan bahasa Manado yang berarti tungku masak atau tungku api.
DODIKA yang mampu mengolah sampah berkisar 10-15 ton per hari tersebut, saat ini telah terpasang di sejumlah wilayah di Indonesia seperti Kota Batu, Jakarta, Tangerang Selatan, Cirebon, Tasikmalaya, Bandung, Bali, Pontianak, Manado, dan Sorong.
Keberadaan DODIKA diharapkan mampu berkontrbusi dalam pelestarian lingkungan hidup melalui pemanfaatan teknologi tepat guna penanganan sampah yang disesuaikan dengan karakteristik sampah di dalam negeri.
Dalam pengoperasiannya, sampah-sampah dengan kondisi campur aduk akan dimasukkan ke dalam tungku insinerator. Di dalam tungku tersebut, sampah dibakar dengan temperatur maksimal mencapai 1.000 derajat Celcius.
Sampah itu, bukan dibakar menggunakan api secara terus menerus, melainkan panas yang berasal dari pembakaran sampah itu sendiri dimanfaatkan untuk penanganan sampah. Mesin itu akan optimal jika bekerja selama 24 jam.
Residu yang keluar dari sampah tersebut berupa abu sebanyak maksimal lima persen dari total sampah yang dibakar. Dengan proses pembakaran itu, juga menimbulkan asap namun tetap dikendalikan dengan sejumlah cara.
Asap yang muncul dari hasil pembakaran, kemudian kembali dibakar pada ruang kedua sehingga terurai dan tidak berwarna. Sisa asap dan partikel abu terbang, kemudian disemprot dengan air, yang kemudian ditangkap dan dikumpulkan di bak penampungan.
"Jadi air itu menangkap partikel abu yang terbuang, kemudian masuk ke cerobong, temperatur turun, sehingga temperatur keluar itu tidak membahayakan lingkungan. Semua terkendali," kata Prabowo.
Meskipun Prabowo merupakan perancang DODIKA, bukan berarti ia hanya berupaya memasarkan produk yang dihasilkan untuk menangani persoalan sampah. Namun, menurutnya, penuntasan persoalan sampah harus dilakukan dari hulu hingga hilir.
Menurut Prabowo, dalam kondisi ideal, 60 persen sampah yang dihasilkan merupakan sampah organik atau basah yang bisa dikelola atau diproses untuk menjadi kompos. Sementara untuk 20 persen sampah lainnya, dilakukan proses daur ulang.
"Dari sisanya, 20 persen yang dimusnahkan menggunakan mesin insinerator. Sehingga, dari rangkaian ini, semua bisa nol dan terkendali," katanya.
Untuk saat ini di Indonesia tantangan untuk mengelola sampah masih terbilang cukup besar, mengingat proses pemilahan sampah masih belum optimal. Sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) campur aduk.
Sampah basah, kering dan lain-lain masuk ke TPA yang pada akhirnya harus dimusnahkan menggunakan mesin insinerator. Penggunaan mesin insinerator saat ini, seharusnya menjadi obat sementara sembari mempersiapkan langkah terstruktur oleh pemerintah.
"Masalah sampah di Indonesia, kalau mau dilihat akar masalahnya dari sumber sampah tidak terpilah. Maka ini rentetannya panjang," tambah Prabowo.
Persoalan sampah di dalam negeri memang tidak mudah untuk diselesaikan. Perlu komitmen dari para pemangku kepentingan untuk memulai budaya baru, yakni memilah sampah dari sumbernya.
Dengan proses pemilahan sampah, maka akan tercipta rantai berkesinambungan yang pada akhirnya menjadi jawaban atas penanganan persoalan sampah di Indonesia.
Pemilahan sampah memang hanya langkah kecil, yang harus dimulai oleh masing-masing individu. Meski langkah kecil, pemilahan sampah mampu memberikan dampak jangka panjang dan menjadi jawaban besar untuk menjawab sulitnya penanganan sampah di dalam negeri.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024