Sebanyak 26 pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo mjadi saksi dalam sidang lanjutan terdakwa Ahmad Muhdlor Ali, perkara dugaan pemotongan dana insentif pegawai di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya, Senin.

Dalam persidangan, para saksi diperiksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan hakim seputar pemotongan insentif tersebut. 

Mereka mengakui jika memang insentifnya kerap dipotong. Namun tak mengetahui persis penggunaan uang pemotongan yang diberi kode sedekah itu.

Puluhan saksi tersebut mulai dari kepala bidang (kabid), pengelola data, hingga staf administrasi di PD 2 BPPD Sidoarjo. Antara lain, Ainur Roji, Ayu Wiranti, Agus Wahyudi, M Subagio, Baihaqi, Khoiril, Heri Sumaeko, Heru Edi Susanto, Imam Hidayat, Jazilatul Munawaroh, M Andif Setyansah, Abedia Jawara Maulana, M Akbar,  M Rusdi, dan Muhammad.

Kemudian, saksi Anang Pranoto, M Imron, Puji Lestasi, Rosid Efendi, Ruswin Donoputro, Tanto Andrian, Suryadi, Setya Handaka, Toni, Yoyon Kharisma, dan Yofi. Karena saksinya banyak, majelis hakim membaginya beberapa kloter dalam kesaksian. Tiap kloter sebanyak delapan saksi.

Saksi Ainur Roji, yang pernah menjabat penyuluh pajak pada 2020 hingga Agustus 2024 ini mengakui bahwa menerima insentif tiap triwulan. 

Ia menyebut insentifnya juga dipotong dengan alasan sedekah. Namun ia tidak mengetahui penggunaan dan perbedaan besaran pemotongan yang diserahkan kepada masing-masing koordinator.

"Kegunaanya saya tidak tahu," tegasnya.

Sementara itu, Kabid Pajak Daerah (PD) II BPPD Sidoarjo, Setya Handaka mengungkapkan, uang hasil pemotongan insentif tersebut digunakan untuk mensupport kegiatan di pendapa.

Akan tetapi, untuk penggunaannya secara rinci, ia tak memahaminya. Selebihnya, kata Setya, Kabid hanya turut mengumpulkan uang pemotongan insentif saja sebelum diserahkan ke Siska Wati.

"Jadi tidak pernah menghitung totalnya berapa, semua diserahkan ke Bu Siska Wati. Untuk menentukan jumlah potongan insentif tidak tahu, yang mengurusi Bu Siska Wati,"  ujarnya.

Usai sidang, kuasa hukum terdakwa Muhdlor, Mustofa Abidin menyebut para saksi yang didatangkan JPU tidak terkait langsung dengan perkara kliennya. 

"Untuk 26 saksi yang diperiksa hari ini tidak kenal Gus Muhdlor, tidak ada kaitannya sama sekali," tegasnya.

Bahkan dana yang disebut hasil dari pemotongan insentif cukup banyak lebih dari yang didakwakan. 

"Sejak 2022 sampai 2023 terkumpul sebanyak Rp 8 miliar. Sementara yang dituduhkan kepada klien kami hanya Rp1,4 miliar," kata Mustofa.

Majelis hakim menurut dia memberikan kesempatan dua kali sidang bagi JPU untuk menghadirkan saksi-saksi. Sementara pihaknya sedang menyiapkan hanya dua saksi. 

"Ini masih kita diskusikan saksi yang akan kita hadirkan. Sementara masih 2. Saksi ahli dan saksi a de charge atau yang meringankan," terangnya.

Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di Kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK menangkap 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati. 

Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp8,544 miliar.
 

Pewarta: Faizal Falakki

Editor : Astrid Faidlatul Habibah


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024