Surabaya (ANTARA) - Terdakwa mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengaku siap buka-bukaan rekening pribadi untuk membuktikan dakwaan apakah dirinya menerima aliran dana pemotongan insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
"Saya sudah terlanjur ikrar, monggo dibuka rekening saya secerah-cerahnya. Bahwa, tidak ada sekecil apapun, saya menerima barang dan pendapatan ilegal, yang tidak bersumber dari APBD," kata Gus Muhdlor, pada sidang lanjutan perkara pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin.
Kepada majelis hakim, Gus Muhdlor mengaku bersedia membuka secara gamblang data rekening pribadinya untuk memastikan bahwa tidak ada pemberian uang atau barang yang diterimanya secara ilegal.
Pada sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 17 saksi dari pegawai BPPD Sidoarjo.
Dalam kesempatan tersebut Gus Muhdlor bertanya kepada para saksi; apakah selama ini mereka pernah berkomunikasi secara pribadi melalui WhatsApp (WA) atau sambungan telepon.
"Anda tahu saya, apakah pernah WA-an sama saya. Bercakap-cakap sama saya?" kata Gus Muhdlor.
Jawab para saksi, "tidak."
Gus Muhdlor melanjutkan pertanyaannya, "apa yang terjadi kalau saya tidak tanda tangan SK terkait insentif?"
Para saksi menjawab, "insentif tidak cair."
Gus Muhdlor juga mengajukan pertanyaan terkait berlangsungnya potongan insentif di BPPD Sidoarjo.
"Potonganmu itu, sudah dengar sejak 2019. Yang 2021 apakah lanjutkan atau perintah baru?"
Para saksi menjawab, "melanjutkan."
Dalam perkara ini, Muhdlor dikenakan dakwaan pertama karena melanggar Pasal 12 huruf F jo Pasal 16 UU RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Dakwaan kedua, terdakwa Ahmad Muhdlor didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.
Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp 8,544 miliar.