Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono mengusulkan kepada pemerintah pusat agar penerimaan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk daerah penghasil naik dari 3 persen menjadi minimal 5 persen.
“Semuanya sudah tersuarakan menjadi minimal 5 persen, kita punya penghasilan (dari CHT) tetapi kita juga melihat bagaimana pemanfaatannya. Jangan terlalu dibatasi,” katanya di Surabaya, Jawa Timur, Rabu.
Adhy menjelaskan DBHCHT yang diterima oleh Jatim tahun ini adalah 3 persen atau Rp2,7 triliun dari total penerimaan negara dari DBHCHT sebesar Rp129 triliun.
Ia menuturkan DBHCHT yang diterima oleh Jatim sebesar Rp2,7 triliun tersebut dibagikan kembali kepada 38 kabupaten/kota sedangkan untuk provinsi hanya Rp700 miliar.
Ia menjelaskan penggunaan DBHCHT yang diterima provinsi sebesar Rp700 miliar dibagi untuk kepentingan masyarakat yakni 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, 40 persen untuk kesehatan, dan sisanya untuk penegakan hukum rokok ilegal.
Di sisi lain, Adhy menegaskan besaran dana tersebut sangat terbatas karena provinsi pun memiliki prioritas lain yang belum tercakup melalui anggaran itu yakni seperti pengentasan kemiskinan orang miskin selain buruh rokok dan petani tembakau.
“Pekerja rokok sudah punya penghasilan dan ditambah bagian dari itu (DBHCHT). Tapi kami juga ingin ada bagian khusus yang untuk bisa bagaimana orang miskin yang tidak dapat bantuan juga bisa kena,” katanya.
Ia menginginkan agar manfaat DBHCHT bisa dirasakan oleh banyak lapisan masyarakat seperti melalui pemberian akses modal kepada orang miskin yang memiliki kemampuan sebagai wirausaha.
Selain itu, dana yang cukup dari DBHCHT diharapkan juga dapat digunakan untuk mewujudkan kepesertaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan mencapai 100 persen sehingga target Universal Health Coverage (UHC) terpenuhi.
“Apalagi pendapatan Provinsi Jawa Timur akan berkurang Rp43 triliun karena Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), maka ini bisa menjadi angin segar. Itu bisa mengganti kalau sampai bisa 5 persen (DBHCHT),” kata Adhy.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
“Semuanya sudah tersuarakan menjadi minimal 5 persen, kita punya penghasilan (dari CHT) tetapi kita juga melihat bagaimana pemanfaatannya. Jangan terlalu dibatasi,” katanya di Surabaya, Jawa Timur, Rabu.
Adhy menjelaskan DBHCHT yang diterima oleh Jatim tahun ini adalah 3 persen atau Rp2,7 triliun dari total penerimaan negara dari DBHCHT sebesar Rp129 triliun.
Ia menuturkan DBHCHT yang diterima oleh Jatim sebesar Rp2,7 triliun tersebut dibagikan kembali kepada 38 kabupaten/kota sedangkan untuk provinsi hanya Rp700 miliar.
Ia menjelaskan penggunaan DBHCHT yang diterima provinsi sebesar Rp700 miliar dibagi untuk kepentingan masyarakat yakni 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, 40 persen untuk kesehatan, dan sisanya untuk penegakan hukum rokok ilegal.
Di sisi lain, Adhy menegaskan besaran dana tersebut sangat terbatas karena provinsi pun memiliki prioritas lain yang belum tercakup melalui anggaran itu yakni seperti pengentasan kemiskinan orang miskin selain buruh rokok dan petani tembakau.
“Pekerja rokok sudah punya penghasilan dan ditambah bagian dari itu (DBHCHT). Tapi kami juga ingin ada bagian khusus yang untuk bisa bagaimana orang miskin yang tidak dapat bantuan juga bisa kena,” katanya.
Ia menginginkan agar manfaat DBHCHT bisa dirasakan oleh banyak lapisan masyarakat seperti melalui pemberian akses modal kepada orang miskin yang memiliki kemampuan sebagai wirausaha.
Selain itu, dana yang cukup dari DBHCHT diharapkan juga dapat digunakan untuk mewujudkan kepesertaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan mencapai 100 persen sehingga target Universal Health Coverage (UHC) terpenuhi.
“Apalagi pendapatan Provinsi Jawa Timur akan berkurang Rp43 triliun karena Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), maka ini bisa menjadi angin segar. Itu bisa mengganti kalau sampai bisa 5 persen (DBHCHT),” kata Adhy.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024