Tidak jauh dari Masjid Ampel di Kecamatan Semampir, Surabaya Utara, ada Langgar Gipo (Musala Bani Gipo), tepatnya sekitar 1 kilometer ke barat melewati Jalan Sasak dan Jalan KH Mas Mansur.

Pemkot Surabaya sudah menetapkan Langgar Gipo yang berada di Jalan Kalimas Udik I/51 Surabaya itu sebagai Bangunan Cagar Budaya dengan SK Wali Kota Surabaya No 188.45/63/436.1.2/2021 tanggal 22 Februari 2021.

Tahun ini, Pemkot Surabaya juga memasukkan Langgar Gipo sebagai salah satu objek wisata "Kota Lama" Surabaya (Zona Arab/Ampel) yang diresmikan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pada 15 Juni 2024.

Dalam buku "Langgar (Bani) Gipo, Markas Ulama-Santri (Embrio NU di Surabaya)" yang diterbitkan Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin IKSA), Ketua Yayasan IKSA HA Wachid Zein menjelaskan Langgar Gipo itu didirikan oleh keluarga Sagipoddin (H. Abdul Latief bin Kamaludddin bin Kadirun atau H Abdul Latief Sagipodin atau Gipo) pada 1717 M (sesuai tetenger pada geladak langgar atau musala). 

Langgar Gipo sudah berusia 307 tahun pada 2024, namun sejak dibangun, langgar itu baru disertifikatkan oleh anaknya, yakni H Tarmidzi, pada April 1830, sebagai langgar/surau keluarga.

Setelah itu, H Hasan Basri Sagipoddin yang dikenal dengan Hasan Gipo (lahir 1869 dan wafat 1934) melakukan optimalisasi fungsi langgar, karena dia memang tokoh pergerakan, selain saudagar.

Di antara kiprah sosialnya, dia menampung jamaah haji kapal laut dan tempat singgah perwakilan Komite Hijaz untuk berangkat ke Makkah dengan kapal laut.

Tahun 1996, Yayasan IKSA mulai memfungsikan Langgar Gipo sebagai tempat halal bihalal Bani Gipo. Selain itu, pihaknya juga sudah mengurus akta notaris untuk Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA) pada tahun 2023 dengan Sekretariat Yayasan IKSA di Jalan Ampel Magefur 46 Surabaya, yang dicatat oleh notariat Ny Erna Anggraini Hutabarat SH MSi, dengan Akta Notaris Nomor 7 Tanggal 31 Januari 2023.

Pengurus yayasan juga bersilaturrahim ke Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Balai Kota Surabaya (18/3/2024) untuk mendorong pemkot menjadikan langgar tersebut sebagai salah satu zona untuk tujuan wisata "Kota Lama" (Zona Arab/Ampel, China/Kembang Jepun, Eropa/ Jembatan Merah) dengan melakukan renovasi langgar sejak awal 2024 hingga selesai pada 31 Mei 2024 (HUT Ke-731 Kota Surabaya).

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi akhirnya meresmikan Langgar Gipo sebagai "Cagar Budaya dan Destinasi Wisata Kota Lama" pada 15 Juni 2024, meski Pemkot Surabaya sudah mencatat langgar itu sebagai Bangunan Cagar Budaya sejak 22 Februari 2021.

"Satu lagi, pengurus IKSA juga merencanakan Haul Hasan Gipo dan HUT Langgar Gipo pada setiap Bulan Maulid Nabi (Rabiul Awal) mulai tahun ini. Tahun ini (2024), Haul Hasan Gipo adalah ke-90 (wafat tahun 1934 dan lahir tahun 1869) dan HUT ke-307 Langgar Gipo (berdiri tahun 1717). Rencananya, ada ikrar wakaf Langgar Gipo kepada NU, agar syiar Langgar Gipo dan Hasan Gipo sampai ke tingkat nasional, sedang Yayasan IKSA yang teknis saja," kata Wachid Zein. 

Langgar dengan luas 209 meter persegi itu memiliki keramik lantai sama persis dengan Masjid Ampel (yang didirikan 1420 M) dan belum mengalami perubahan hingga direnovasi oleh Pemkot Surabaya pada April-Mei 2024, kecuali keramik paling belakang di langgar yang diganti, serta nama jalan yang berganti menjadi Jalan Kalimas Udik, padahal saat era Gipo disebut Jalan Kampung Baru Gipo.


Saudagar dan pergerakan

Kenapa Langgar Gipo itu bertempat di kawasan pergudangan di Ampel dan dekat dengan Kalimas? Sumber sejarah yang direkam IKSA mencatat Gipo memang orang kaya yang usahanya, antara lain importir beras dari luar negeri, importir tekstil dari India, eksportir palawija (ke Pakistan, India, Arab, Persia; memiliki kapal sendiri), memiliki pergudangan di wilayah Kalimas, dan memiliki penginapan di Surabaya.

"Oleh karena itu, Mbah Gipo membangun langgar di kawasan pergudangan Kalimas Udik dan dekat Kalimas agar para karyawan tetap melakukan ibadah di tengah kesibukan dan kondisinya memang jauh sehingga perlu langgar atau surau," kata Ketua IKSA HA Wachid Zein, dalam sambutan pada peresmian cagar budaya Langgar Gipo oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi (15/6).

Pada era H Hasan Gipo, surau itu menjadi multifungsi sebagai tempat perjuangan dan "pusat penggemblengan" para pejuang, sekaligus "titik temu" dari keluarga besar NU dan Muhammadiyah (KH Mas Mansur dan H Hasan Gipo), karena Hasan Gipo adalah tokoh pergerakan, selain sebagai saudagar, bahkan akrab dengan KH Wahab Chasbullah, sehingga didaulat menjadi ketua umum pertama PBNU/HBNO.

Fakta paling penting terkait Langgar Gipo adalah peran "tokoh"-nya yakni H Hasan Gipo yang menjadi "tanfizdiyah" (pelaksana teknis) atau Ketua Umum PBNU yang pertama sejak muktamar pertama NU di Peneleh, Surabaya (21-13 September 1926), hingga 9 kali menjadi ketua umum (1926-1934).

Hasan Gipo yang rumahnya ada di sisi timur Masjid Ampel (Jalan Ampel Masjid di sisi makam Bobsaid, lalu rumah kedua setelah makam Bobsaid yang sekarang ditempati toko) dan makamnya juga ada di kompleks Masjid Ampel (sisi timur Masjid Ampel, setelah makam Mbah Sholeh), itu tidak jauh dari rumah mertua KH Wahab Chasbullah di Kertopaten Gang 3, Ampel, Surabaya. 

Pembentukan NU rumah KH Wahab Chasbullan di Kertopaten III, Surabaya itu dihadiri 65-an ulama/tokoh, diantaranya KH Hasyim Asy'ari (Tebuireng - Jombang), KH Bisri Syansuri (Denanyar-Jombang), KH Asnawi (Kudus), KH Nawawi (Pasuruan), KH Ridlwan (Semarang), KH Ma'shum (Lasem - Rembang), KH Nachrowi Thohir (Malang), dan KH Doro Muntaha (Bangkalan-Madura), KH Abdul Hamid Faqih (Sedayu-Gresik), KH Abdul Halim Leuwimunding (Cirebon).

Selain itu, KH Ridlwan Abdullah (Bubutan-Surabaya), KH Mas Alwi Abdul Azis (Surabaya), KH Abdullah Ubaid (Surabaya), Syaikh Ahmad Ghanaim Al-Mishri (ulama Mesir yang tinggal di Surabaya), dan banyak lagi tokoh lagi, termasuk Hasan Gipo yang memang akrab dengan KH Wahab Chasbullah. Semuanya diundang oleh KH Wahab Chasbullah dengan mengajak KH Bisri Syansuri berkeliling ke para ulama di Jawa dan Madura, atas izin KH Hasyim Asy'ari. 

Walhasil, Surabaya lebih layak disebut sebagai "Kota Embrio NU", karena peran ketokohan yang aktif dalam pergerakan dan didukung dokumen berbasis bukti historis, mulai dari Masjid Ampel (1421), Langgar Gipo (1717), Nahdlatul Tujjar (1918), Taswirul Afkar (1922), Nahdlatul Wathan (1924), NU/Komite Hijaz (1926), HBNO/PBNU (1945), Resolusi Jihad (22 Oktober 1945), Laskar Hizbullah-Sabilillah (10 November 1945), Markas Kyai Blauran (1845), Pesantren Dresmo, Markas Besar Oelama di Waru (1945-1949).


Multi fungsi Langgar Gipo:

1. Tempat ibadah atau surau di kawasan pergudangan Kalimas

2. Tempat pembagian sedekah (sedekah Bani Gipo setiap Hari Jumat)

3. Tempat persinggahan jamaah haji era kapal laut (lantai 2)

4. Pusat penggemblengan pejuang santri saat perjuangan November 1945
   a. Kolam/sumur berbentuk segiempat (tempat berendam), 
   b. Gentong (air minum/kanuragan/kesaktian), 
   c. Bunker/terowongan (tempat persembunyian)

5. Sentra pergerakan di era kolonial
   - Tempat pertemuan ulama dan tokoh-tokoh pejuang (Soekarno, HOS Tjokroaminoto, dr Soetomo, Kartosuwiryo, SK Trimurti, Musso/PKI, dan sebagainya)
   - Tempat diskusi kebangsaan H Hasan Gipo dg KH Wahab Chasbullah

6. Tetenger bahwa Surabaya disebut "Kota Embrio NU"
   - Tempat pertemuan "tokoh embrio NU"
      a. Yayasan "Taswirul Afkar" di Kampung Ampel Lonceng (KH Wahab Chasbullah/Yayasan + H Hasan Gipo/kepala sekolah)
      b. Madrasah "Nahdlatul Wathan" di Kampung Kawatan IV (KH Wahab Chabullah + KH Mas Mansur sebelum ke Muhammadiyah)

7. Titik temu Keluarga Gipo dengan Sunan Ampel
   - pemakaman H Hasan Gipo di sisi timur Masjid Ampel (tahun 1864)
      (pemakaman KH Mas Alwi di pemakaman umum Rangkah - thn 1877)
   - Makam KH Mas Mansur dan H Hasan Gipo 
      (sisi timur Masjid Ampel/makam ditemukan 2015)
   - KH Mas Mansur dari jalur ayah (Mas Marzuki) adalah khatib Masjid Ampel (Dari jalur ibu/Roudloh masih keluarga Pesantren An-Najiyah, Dresmo, Wonokromo, Surabaya/Bani Basyaiban)
   - "Titik temu" NU-Muhammadiyah juga terjadi dari Sagipoddin/Gipo (Bani Gipo) mempunyai 4 anak dan anak ke-2 adalah Tarmidzi. Tarmidzi mempunyai 15 anak dan anak ke-6 adalah Roudloh. Roudloh sendiri mempunyai 16 anak dan anak ke-14 adalah KH Mas Mansur (pendiri PW Muhammadiyah Jatim). Roudloh (anak ke-6 dari Tarmidzi) juga mempunyai kakak bernama Abdullah (anak ke-2 dari Tarmidzi). Abdullah sendiri mempunyai 7 anak dan anak ke-2 bernama Hasan Basri yang dikenal sebagai Hasan Gipo (Ketua Umum PBNU pertama/1926).

8. Tempat Halalbihalal Bani Gipo (1996-2006)

9. Destinasi Wisata Sejarah "Kota Lama" Surabaya (Zona Arab/Ampel)
   - Langgar Gipo tercatat sebagai Bangunan Cagar Budaya dengan SK Walikota Surabaya No. 188.45/63/436.1.2/2021 tanggal 22 Februari 2021.
   - Peresmian Destinasi "Kota Lama" oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi (15 Juni 2024)
   - Kota Lama di Surabaya ada 3 zona : Arab/Ampel, China/Kembangjepun, Eropa/Jembatan Merah-Tugu Pahlawan (23/6/2024).

Pewarta: Ananto Pradana/Edy M Yakub

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024