Surabaya - Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD Kota Surabaya menilai rapat paripurna DPRD yang memutuskan mengembalikan raperda Perubahan APBD (PAPBD) 2011 pada Selasa (20/12) tidak sah karena tidak kuorum.
Sekretaris FPG DPRD Surabaya Erick Reginal Tahalele, Rabu, mengatakan, rapat paripurna tersebut masih menyisakan masalah karena tidak kuorum atau hanya dihadiri 25 dari 50 anggota DPRD.
"Paripurna itu tidak kuorum. Teman-teman banyak yang tidak tanda tangan," katanya.
Menurut dia, untuk syarat sahnya rapat, setidaknya harus dihadiri tiga perempat
anggota dewan. Dengan jumlah anggota DPRD adalah 50 orang, kuorum rapat baru tercapai jika dihadiri 34 anggota.
Erick mengatakan anggota dewan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) tidak membubuhkan tanda tangan. Hal serupa juga dilakukan FPG, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dan Fraksi Amanat Persatuan Kebangkitan Indonesia Raya (Fapkindo) dari Gerindra.
"Tidak tanda tangan itu sebagai sikap tidak setujunya beberapa fraksi atas pendapat Ketua DPRD Wishnu Wardhana yang ingin mengedrop anggaran pembelian mobil dinas (mobdin) senilai Rp15 miliar yang sudah direalisasikan," katanya.
Erick juga menegaskan karena rapat tidak kuorum, secara otomatis paripurna juga tidak sah. Dengan demikian, keputusan yang diambil dalam paripurna tersebut juga tidak sah.
"Dia harus fair mengakui bahwa rapat tidak kuorum. Maka ini sebetulnya sebagai pertanda bahwa keinginan Wishnu tidak dikehendaki mayoritas anggota DPRD," terangnya.
Erick yang juga anggota Komisi A ini menyatakan pula DPRD tidak bisa mengedrop anggaran yang sudah direalisasikan karena sudah sesuai aturan berupa UU 32 tahun 2004 pasal 183. Intinya menyatakan pada perubahan APBD hanya membahas tiga hal yakni pembetulan administrasi, penambahan anggaran bagi pos yang dibutuhkan dan
pengurangan anggaran.
"Berarti untuk pemangkasan anggaran yang sudah direalisasikan tidak dibenarkan dalam perubahan APBD," jelas dia.
Bagaimana tentang dugaan ada pelanggaran pembelian mobil dinas itu? Erick mengatakan DPRD bisa menempuh jalan dengan tidak membahas perubahan APBD. Dengan tidak dilaksanakan pembahasan, maka perubahan APBD dianggap tidak ada.
Sedangkan kalau DPRD tetap memandang ada kecurigaan, lembaga legislatif ini memiliki hak untuk memberikan rekomendasi kepada BPK agar melakukan audit investigasi pada APBD 2011. "Ini lebih baik daripada memaksakan kehendak," kritiknya.
Langkah kedua yang bisa dilaksanakan, terus Erick, bisa ditempuh dengan menunggu hasil pemeriksaan BPK. Jika dalam temuan itu BPK memang menemukan ada kejanggalan, laporaan pemeriksaan tersebut bisa diteruskan ke lembaga penegak hukum. "Bisa kejaksaan atau KPK," ujarnya.
Sementara iru, Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana hingga kini belum berhasil dikonfimasi. Bahkan saat dihubungi via ponselnya terdengar nada sambung namun tidak diangkat. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011