Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur mulai melakukan antisipasi potensi krisis air dan bencana kebakaran hutan dan lahan seiring pergantian musim, memasuki kemarau yang diperkirakan mulai dialami sebagian besar wilayahnya dalam beberapa bulan ke depan.

"Kami imbau masyarakat untuk bijak dalam menggunakan air, memanen air hujan saat pancaroba, pantau hotspot (titik api) di sekitar lingkungan masing-masing hingga tidak melakukan aktivitas pembakaran secara sembarangan," kata Kepala BPBD Trenggalek, Triadi Atmono di Trenggalek, Kamis.

Imbauan itu mengacu informasi prakiraan cuaca yang dirilis BMKG yang menyebut beberapa daerah di Jatim, termasuk Kabupaten Trenggalek, mulai memasuki kemarau pada Mei ini.

Kabupaten Trenggalek memasuki musim kemarau pada Mei dasarian I dan II. Dasarian I rentang waktu tanggal 1 hingga 10, sementara dasarian II rentang waktu tanggal 11 hingga 20.

"Kecuali di Kecamatan Bendungan pada Juni dasarian I," kata Tri, sapaan Triadi.

Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Trenggalek jadi atensi petugas. Penekanan itu berkaca dari rentetan kasus Karhutla yang pernah terjadi waktu itu.

Rentetan kasus itu tak lepas dari kondisi wilayah yang juga terdampak kekeringan meteorologis, artinya kekeringan saat itu lebih kering ketimbang tahun sebelumnya sehingga rentan terjadi kebakaran.

"Pemicunya kebakaran banyak, ada faktor alamiah seperti misalnya gesekan antara ranting dan cabang yang dominan terjadi di hutan-hutan yang sangat kering. Kemudian kesengajaan ataupun kelalaian manusia," ujarnya.

Untuk itu, khusus faktor pemicu yang disebabkan kelalaian, Triadi mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan.

Banyak langkah yang dapat dilakukan, seperti misalnya terlibat dalam aksi penghijauan hingga tidak membuang puntung rokok sembarangan yang berpotensi memicu terjadinya kebakaran.

"Kemudian kita juga pasang penanda, seperti misalnya kita pasang rambu-rambu rawan Karhutla terutama bersama Perhutani, karena kawasan hutannya 45 persen lebih adalah kawasan Perhutani.

Jadi kepada masyarakat kami himbau untuk lebih berhati-hati saat beraktivitas yang berpotensi memicu terjadinya kebakaran," katanya.

Untuk diketahui, secara umum di Jatim terdapat 74 zona musim, dimana awal kemarau pada Mei mendominasi hingga 64,9 persen.

Meskipun begitu, terdapat daerah di Jatim yang memasuki kemarau pada April, sebanyak 27 persen dan sisanya 8,1 persen pada Juni.

Sementara, puncak musim kemarau mulai terjadi pada sebagian wilayah di Jatim pada Juli sebesar 9,5 persen dan paling banyak pada Agustus 75,7 persen. Sisanya 14,9 persen diperkirakan terjadi pada September.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024