Panasnya "suhu" minyak Blok Cepu di Bojonegoro memanas kembali, menyusul masalah penyertaan modal atau "participating interest" migas Blok Cepu 10 persen yang pembagiannya digugat Pemkab Bojonegoro, muncul permasalahan baru yakni tersendatnya pembangunan fasilitas produksi minyak Blok Cepu tahap I. BP Migas dan Mobil Cepu Limited (MCL), operator migas Blok Cepu, sudah mengumumkan pemenang proyek pembangunan fasilitas produksi tahap I senilai 750 juta dolar Amerika Serikat adalah PT Tri Patra, Jakarta. Kenyataan di lapangan, kontrak yang sudah ditandatangani oleh Manajemen PT Tri Patra, pada 5 Agustus lalu, masih harus menghadapi berbagai masalah. Mulai Perda tentang muatan lokal, juga tuntutan kontraktor lokal "pol" yang menuntut dipekerjakan. Kontraktor lokal pol tersebut, merasa yakin memiliki hak untuk bisa dipekerjakan dengan alasan mereka warga ring I migas Blok Cepu di Kecamatan Ngasem dan Kalitidu. Mereka beralasan, selain sudah melepas tanahnya untuk kepentingan Blok Cepu, terlebih mereka yang harus menanggung akibatnya kalau terjadi bencana dalam industrialisasi migas. Di pihak pemkab, menuntut Manajemen PT Tri Patra, harus bisa memenuhi ketentuan yang ada di dalam perda muatan lokal. Pada prinsipnya, penekanan perda yaitu mulai kontraktor, tenaga kerja, harus melibatkan lokal, termasuk pemanfaatan potensi lokal lainnya. Pengelolaan migas Blok Cepu di Bojonegoro, memang selalu membawa permasalahan. Ibaratnya, seperti disampaikan Bupati Bojonegoro Suyoto, dalam masalah migas, setelah persoalan A hingga Z terselesaikan, masalah baru akan kembali lagi ke A, begitu seterusnya. Tak heran, seorang pengamat perminyakan yang membahas migas Blok Cepu di Surabaya, menggingatkan, "minyak itu licin maka berhati-hatilah kalau bermain-main di minyak". Di awal mulainya pengelolaan, pasang urat langsung terjadi, begitu Pemerintah mengumumkan temuan lapangan minyak Banyuurip Blok Cepu di Bojonegoro pada 2002. Tarik menarik pengelolaan lapangan minyak di Desa Mojodelik, Kecamatan Ngasem, yang disebut-sebut memiliki potensi minyak 450 juta barel itu, bahkan ada yang menyebut dua miliar barel itu, langsung bergulir. Berbagai pihak terlibat dalam pertarungan, mulai petani, tukang becak, hingga anggota DPR RI. Tak kurang mantan Menko Perekonomian dan Ketua Bappenas, Kwiek Kian Gie, juga Amien Rais angkat bicara dalam masalah migas Blok Cepu. Pada prinsipnya, satu pihak mendukung Pertamina sebagai operator, dilain pihak mendukung Exxon Mobil Oil Indonesia (EMOI) yang kemudian memunculkan Mobil Cepu Limited (MCL), keluar sebagai operator migas Blok Cepu. "Ini tugas Negara, sebab Menteri ESDM meminta peletakan batu pertama pembangunan proyek migas Blok Cepu pada 6 Desember ini," kata Kepala Perwakilan BP Migas Jawa Papua dan Maluku (Japalu), Hamdi Zainal, ketika bertemu dengan Bupati Suyoto dengan jajarannya di Bojonegoro. Dalam kesempatan itu, Suyoto mendukung jadwal dimulainya pembangunan proyek minyak Blok Cepu tahap I, sebagai awal yang baik. Hanya saja, berbagai masalah masih menggantung yang belum diselesaikan oleh MCL mulai belum tuntasnya persetujuan tujuh pemilik tanah di kawasan migas Blok Cepu. Selain itu, juga sejumlah situs di wilayah setempat, yang terancam tergusur, dua akses jalan di kawasan itu dan masalah pembangunan lapangan sepak bola di Desa Gayam, Kecamatan Ngasem. Siapa bermain dan siapa yang dimainkan, itulah gambaran yang selalu terjadi di kawasan migas Blok Cepu. Berbagai kepentingan saling berbenturan atau saling bahu membahu, kemudian berbenturan kembali, mulai dari yang mengatas namakan masyarakat, bangsa dan Negara, hingga alasan "bisnis to bisnis". (blok_cepu2007@yahoo.co.id)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011