Pemerintah Kabupaten Trenggalek mulai melakukan serangkaian pengawasan/asesmen acak ke sejumlah lembaga pendidikan formal maupun nonformal di daerah itu guna mengantisipasi terulangnya kasus kejahatan seksual anak di lingkungan sekolah maupun pondok pesantren.

"Kita sudah menugaskan Dinsos dan Dikpora untuk melakukan asesmen secara acak. Semacam survei untuk menanyai kepada siswa bagaimana selama ini pengalamannya berada di lembaga pendidikan tersebut," kata Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin di Trenggalek, Rabu.

Asesmen yang bersifat pengawasan melekat ke sekolah-sekolah dan pondok pesantren ini berfungsi sebagai upaya pendeteksian dini.

Upaya itu tidak hanya menyasar peserta didik di lingkungan pendidikan pesantren, namun juga di lingkungan pendidikan sekolah umum.

Dengan adanya upaya itu, Mas Ipin meyakini dapat mendeteksi dini sehingga kasus dugaan pencabulan yang dilakukan dua pengasuh salah satu pondok pesantren di wilayah Kecamatan Karangan Trenggalek tidak terulang.

Terlebih dugaan pencabulan yang dilakukan M (72) dan F (37) itu berlangsung selama tiga tahun.

Menurut keterangan pihak kepolisian, bapak-anak yang juga sebagai pemilik dan kepala sekolah di Ponpes itu diduga melakukan tindakan pelecehan seksual itu kepada belasan santrinya.

Sejauh ini ada empat korban yang sudah melaporkan resmi dari total sebanyak 12 korban.

Selain dua pengasuh itu, kasus serupa juga pernah terjadi di sebuah sekolah dasar di Bumi Menak Sopal.

Seorang oknum guru berinisial AS (45) harus berurusan dengan polisi setelah dilaporkan mencabuli muridnya.

Tindakan oknum guru yang saat itu merangkap sebagai pelaksana kepala sekolah itu dilakukan di perpustakaan sekolah terhadap lima siswa laki-laki dengan rentang waktu bukan hanya hitungan setahun.

Berkaca pada peristiwa itu, Mas Ipin berharap asesmen itu bisa menjadi langkah deteksi dini sehingga upaya pencegahannya dapat dilakukan.

Dengan langkah-langkah strategis itu sekaligus untuk memulihkan citra pendidikan baik di lingkungan ponpes maupun sekolah umum yang tercoreng akibat ulah oknum pengajar tersebut.

"Kami sudah mendeklarasikan diri pesantren ramah anak, kita bekerja sama dengan UNICEF, semua pesantren juga sudah diundang. Jadi kalau kayak begini bukan lembaganya, pendidikan, pesantrennya yang nggak salah, tapi ini personal oknum di dalamnya," katanya.
 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024