Bondowoso - Pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan notaris di Kabupaten Bondowoso, Jatim, mengeluhkan pelayanan pengurusan sertifikat tanah di Badan Pertanahan Nasional setempat yang dinilai berbelit-belit. Perwakilan dari 22 PPAT dan notaris serta sejumlah kepala desa di Bondowoso kepada wartawan, Kamis, menyebutkan bahwa mereka sudah mengurus berkas hingga satu tahun lalu, namun sertifikat tidak dikeluarkan oleh BPN. Akibatnya, saat ini mereka menolak ketika ada masyarakat yang mau menyertifikatkan tanah. "Padahal mestinya empat hingga lima bulan sertifikat sudah keluar. Mestinya setelah BPN mengeluarkan pengumuman dan tidak ada komplain dari masyarakat, satu bulan atau paling lama dua bulan, sertifikat sudah keluar," kata Adi Sucipto, staf PPAT Kecamatan Kota Bondowoso. Ia mengemukakan bahwa setelah semua berkas lengkap dan pengumuman dikeluarkan, BPN masih meminta PPAT dan notaris yang mengurusi sertifikat masyarakat untuk menyerahkan keterangan dari kepala desa bahwa tanah yang diajukan belum disertifikat. "Anehnya, ketika surat keterangan dari kepala desa yang didasarkan pada buku krawangan dan leter C di desa itu sudah keluar, sertifikat belum juga keluar. Ini kan aneh," ucaap Agus Sukarno Aji, staf PPAT Kecamatan Pakem. Hal sama juga diakui oleh Ani dan Yanti, staf notaris di Bondowoso. Pihaknya tidak pernah mendapatkan kepastian penyelesaian sertifikat tersebut, padahal seluruh prosedur di BPN sudah dilewati. Agus Sukarno yang sedang mengurusi delapan berkas untuk disertifikat mengaku sudah memasukkan berkas sejak November 2011. Ia mengaku sampai putus asa untuk menanyakan kejelasan kapan sertifikat yang diurusnya keluar. "Saya sampai malu ke masyarakat yang ngurusi sertifikat tanah lewat PPAT. Nanti dikira saya yang main-main. Sekarang saya sudah tidak mau lagi kalau ada warga yang mau ngurusi sertifikat. Teman-teman PPAT di kecamatan lain juga menolak," ujarnya. Ia mengaku hampir setiap hari datang ke kota yang berjarak sekitar 18 Km meter dari Pakem, namun tidak ada kejelasan. Sesuai keterangan yang diterimanya, semua berkas itu berada di meja Kepala BPN Bondowoso. Kepala Desa Kejayan HM Agus Subagyo juga mengeluhkan hal yang sama saat mengurus sertifikat tanah warganya. Ia mengaku aneh karena pada kepemimpinan Kepala BPN Bondowoso sebelumnya, pengurusan sertifikat sangat mudah. "Ini kok beda pimpinan terus berbeda? Saya mengurusi enam berkas untuk disertifikat, tapi sampai sekarang belum keluar juga," katanya, menegaskan. Selain berbelitnya syarat, ia mengaku kaget karena BPN juga mempersyaratkan adanya surat setoran pajak (SSP) penjualan yang sebelumnya tidak diberlakukan untuk penjualan tanah di bawah Rp60 juta. "Ini di bawah Rp60 juta juga dikenakan pajak lima persen untuk penjual. Lha, saya waktu pertama ngurus kan tidak ada SSP penjualan itu, tapi kok sekarang ada. Nanti saya kan tidak dipercaya oleh warga kalau masih minta biaya lagi," katanya. Sementara Ani, staf kantor notaris di Bondowoso mengemukakan bahwa SSP untuk penjual itu sulit diterapkan karena umumnya warga menjual tanah karena terlilit utang atau karena terdesak oleh kebutuhan. "Masak penjual masih mau dimintai pajak? Masalah ini juga tidak ada sosialisasi sebelumnya. Kami minta ketentuan ini tidak diberlakukan sekarang karena kami sudah menerima permohonan dari masyarakat sebelumnya tidak ada pengenaan SSP penjual, masak mau diminta lagi," tutur Yanti, staf notaris lainnya. Kades Kejayan Agus Subagyo mengancam akan melakukan demo bersama petugas PPAT, notaris, kepala desa dan warganya jika BPN tidak mau mengubah proses pengurusan sertifikat yang tidak sesuai dengan prinsip pelayanan kepada masyarakat. Sementara, Kepala BPN Bondowoso Asuh Suahman yang dikonfirmasi lewat ponselnya selalu terdengar nada sibuk. Demikian juga saat dihubungi lewat pesan singkat, belum memberikan jawaban.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011