Surabaya - Pemerhati pendidikan dan penggagas komunitas "Ngopi Guru" Pidi Baiq menilai pendidikan atau sekolah di Indonesia saat ini belum mencetak "manusia" tapi hanya siswa yang cerdas.
"Kalau guru masih menganggap profesinya sebagai status dan menghadapi murid hanya untuk urusan 'transfer of knowledge' maka pendidikan tidak akan pernah mencetak manusia, tapi hanya mencetak 'aku guru, kamu murid'," katanya di Surabaya, Sabtu.
Di sela-sela pertemuan dengan komunitas "Ngopi Guru" di Surabaya, mantan dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB itu menjelaskan pendidikan atau sekolah saat ini hanya mencetak manusia cerdas.
"Manusia cerdas hanya melihat sesuatu secara 'status'. Misalnya, ketika temannya berbeda agama, maka dia akan melihatnya sebagai orang lain, padahal perbedaan hanya ada pada agama, sedangkan orangnya sama-sama manusia," katanya.
Selain itu, orang cerdas akan melihat orang beragama yang meludahi orang lain sebagai masalah agama, bukan masalah antar-manusia, sehingga konflik yang ada dijadikan konflik agama, padahal hanya masalah etika dan empati.
"Guru yang mencetak manusia cerdas seperti itu juga merupakan guru yang hanya melihat guru sebagai profesi atau status dan akan bekerja dengan baik bila ada penilaian, sertifikasi, atau dilihat kepala sekolah, sehingga tidak mau tahu, apakah muridnya baik atau tidak, tapi yang penting cerdas atau tidak," katanya.
Bahkan, kata penulis buku yang memimpin grup seni 'The Panasdalam' itu, pendidikan seperti itu juga melahirkan siswa yang justru bosan dengan pendidikan atau bahkan anak yang anti-sekolah.
"Pendidikan yang baik itu harus lepas dari kotak-kotak status seperti itu, guru dan murid adalah kawan yang saling mendukung, bos dan karyawan adalah kawan yang saling membantu, iptek dan agama adalah 'kawan' yang saling melengkapi, karena iptek itu juga ajaran agama, bahkan membagikan ilmu itu sama dengan beramal," katanya.
Oleh karena itu, katanya, sekolah itu bukan lokasi "transfer knowledge", tapi tempat bagi guru mendekati anak didik sebagai manusia dan mengajarkan nilai-nilai empati dan etika serta bukan "proyek" pendidikan untuk jual-beli nilai.
"Karena itu, saya akan mengembangkan komunitas 'Ngopi Guru' untuk mengajak masyarakat kembali menjadi manusia, bukan sekedar status yang bersifat administratif. Kalau perlu, kita akan menggelar muktamar yang berbeda komunitas guru lainnya yang mementingkan status guru dan bukan pendidikan yang benar untuk manusia," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011