Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto menilai produksi gula dalam negeri di wilayah tersebut sangat mungkin mampu untuk ditingkatkan lagi, karena pada 1930 silam mampu mencapai sebesar tiga juta ton per tahun dengan luas lahan hanya sekitar 200 ribu hektar.

"Kalau bicara teori, pada tahun 1930 produksi dari 200 ribu hektar lahan tebu mencapai tiga juta ton, sekarang dengan modal 500 ribu hektar lahan tebu keluarnya hanya mencapai 2,4 juta ton. Mestinya dengan lahan seluas itu kita sudah bisa surplus dalam memenuhi gula nasional, tidak harus impor," kata Adik dalam keterangannya yang diterima di Surabaya, Jumat.

Adik menjelaskan, saat ini konsumsi gula nasional mencapai 2,8 juta ton per tahun, sehingga dari produksi gula tersebut ada defisit sebesar 450 ribu ton per tahun.

Menurut dia, langkah ekstensifikasi yang dilakukan pemerintah dengan menambah lahan tebu sebenarnya bukan solusi yang tepat, karena arena peningkatan produksi gula nasional sebenarnya bisa dicapai dengan intensifikasi dan insensifikasi, bukan ekstensifikasi. 

"Bagaimana caranya yang 500 ribu hektar ini produktifitasnya dinaikkan. Ini yang harusnya menjadi fokus pemerintah. Dan persoalan ini hampir terjadi di seluruh komoditas pangan lain, tidak hanya pada komoditas tebu. Kalau kemudian pemerintah justru berupaya keras menambah lahan agar produksi naik, maka bagi kami, ini adalah kebijakan putus asa," ujarnya.

Dengan situasi seperti ini, lanjutnya, yang diperlukan adalah riset mendalam terkait dengan intensifikasi, mulai dari pengolahan lahan hingga efisiensi pupuk dan penggunaan teknologi pertanian yang baik.

"Insentif untuk komoditas tebu juga harus diberikan, misalnya subsidi pupuk. Dulu pupuk ZA untuk tebu itu subsidi, tetapi sekarang tidak subsidi, dan kalau bicara intensifikasi, maka harus teknologi yang dibicarakan. Mulai dari penggunaan teknologi untuk mengetahui kondisi lahan lahan, bagaimana teknologi pengolahan, sampai teknologi pemupukan," ucapnya.

Adik mencontohkan, layanan yang diberikan oleh PT Saraswanti, salah satu industri pupuk dalam negeri, untuk pengobatan hama sudah menggunakan drone sehingga pemakaian bahan kimia dan pemakaian air lebih efisien serta lebih tepat sasaran. 

Selain itu, kata dia, jenis pupuk yang diproduksi juga custom, disesuaikan dengan kondisi tanah konsumen yang membeli.

"Tren sekarang, pupuk itu custom. Misal saya memiliki lahan apel di Kota Batu, pupuk apa yang dibutuhkan, maka Saraswanti akan menugaskan tim untuk melihat tanahnya bagaimana. Sehingga pupuk yang dipakai akan sama dengan yang dibutuhkan oleh tanahnya. Ini lebih efisien," tuturnya.

"Ini teknologi semua. Dengan teknologi, pasti akan mengefisienkan biaya produksi. Ini yang selama ini ditunggu-tunggu petani, bagaimana biaya produksi bisa ditekan tetapi produksi meningkat," tambahnya.

Pewarta: Naufal Ammar Imaduddin

Editor : Abdul Hakim


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023