Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur Adik Dwi Putranto meminta pemerintah provinsi setempat untuk turun tangan mengatasi melambungnya harga gula di pasaran.
Adik di Surabaya, Rabu, mengatakan harga gula di pasar Jatim saat ini mencapai sekitar Rp16.000 per kilogram, sangat jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp12.500 per kilogram.
"Pemerintah harus turun tangan. Ada dua langkah yang bisa dilakukan, pertama dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) stok, apa ada yang melakukan penimbunan atau menahan hingga harga terus melambung," kata Adik.
Sidak ini harus dilakukan pengingat Jatim adalah daerah penghasil gula yang berkontribusi sebesar 49 persen terhadap nasional. Pada tahun 2022, produksi gula di Jatim mencapai 1.192.034 ton per tahun. Sementara konsumsi gula rumah tangga Jatim mencapai 450.000 ton per tahun.
"Surplus gula Jatim sangat besar, mencapai 742.034 ton di tahun 2022. Nah, ini harus dicari, di mana stoknya sekarang, kenapa harga naik, karena ada kemungkinan terjadi penimbunan. Sama dengan kasus melambungnya harga daging yang pernah terjadi dulu, ternyata ada yang menimbun. Makanya harus dicari stoknya di mana," katanya.
Apalagi harga gula diperkirakan akan terus naik hingga tahun depan mengingat mundurnya musim tanam pada tahun ini akibat kemarau berkepanjangan.
Jika biasanya September sudah mulai musim hujan dan petani tebu mulai tanam, tetapi saat ini sampai bulan November hujan belum turun sehingga musim tanam pun akhirnya mundur.
"Pastinya kondisi ini akan berdampak pada penurunan produksi gula tahun depan," ujarnya.
Langkah kedua yang harus dilakukan pemprov Jatim untuk mengatasi melambungnya harga gula adalah dengan melalukan Operasi Pasar (OP) yang dilakukan bekerja sama dengan SGN dan Bulog.
"Tetapi yang jadi masalah adalah apakah stok ya ada untuk melakukan OP. Karena kenaikan harga gula ini akan meningkatkan inflasi yang harusnya dikendalikan," katanya.
Meski demikian, Adik mengaku belum ada industri yang mengeluh terjadi kelangkaan gula yang dijadikan bahan baku, karena sebagian besar industri anggota Kadin Jatim yang berbahan baku gula menggunakan gula impor atau rafinasi.
"Karena industri kan pakai gula impor, sehingga mereka belum ada yang mengeluh. Karena yang naik ini adalah gula konsumsi atau gula lokal. Kalau ada UMKM yang menggunakan gula konsumsi, maka risikonya mereka biasanya akan menaikkan harga jual produk. Dampak selanjutnya, permintaan biasanya akan turun," kata Adik.
Agar fluktuasi harga gula tidak kembali terjadi, maka pemerintah harus melakukan penataan industri gula nasional, mulai dari peningkatan produksi tebu, peningkatan rendemen hingga penambahan lahan tebu dan alih teknologi Pabrik Gula (PG).
"Pada tahun 2022, area tebu Jatim mencapai 218.373 hektar dengan rendemen 6,87 persen. Ini harus terus ditingkatkan. Untuk alih teknologi, akhir 2023 besok ada pameran industri gula di Surabaya yang diikuti oleh 15 negara. Ini bisa menjadi kesempatan bagi pelaku Pergulaan tanah air untuk melihat dan belajar dari teknologi yang digunakan industri gula luar negeri," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Adik di Surabaya, Rabu, mengatakan harga gula di pasar Jatim saat ini mencapai sekitar Rp16.000 per kilogram, sangat jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp12.500 per kilogram.
"Pemerintah harus turun tangan. Ada dua langkah yang bisa dilakukan, pertama dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) stok, apa ada yang melakukan penimbunan atau menahan hingga harga terus melambung," kata Adik.
Sidak ini harus dilakukan pengingat Jatim adalah daerah penghasil gula yang berkontribusi sebesar 49 persen terhadap nasional. Pada tahun 2022, produksi gula di Jatim mencapai 1.192.034 ton per tahun. Sementara konsumsi gula rumah tangga Jatim mencapai 450.000 ton per tahun.
"Surplus gula Jatim sangat besar, mencapai 742.034 ton di tahun 2022. Nah, ini harus dicari, di mana stoknya sekarang, kenapa harga naik, karena ada kemungkinan terjadi penimbunan. Sama dengan kasus melambungnya harga daging yang pernah terjadi dulu, ternyata ada yang menimbun. Makanya harus dicari stoknya di mana," katanya.
Apalagi harga gula diperkirakan akan terus naik hingga tahun depan mengingat mundurnya musim tanam pada tahun ini akibat kemarau berkepanjangan.
Jika biasanya September sudah mulai musim hujan dan petani tebu mulai tanam, tetapi saat ini sampai bulan November hujan belum turun sehingga musim tanam pun akhirnya mundur.
"Pastinya kondisi ini akan berdampak pada penurunan produksi gula tahun depan," ujarnya.
Langkah kedua yang harus dilakukan pemprov Jatim untuk mengatasi melambungnya harga gula adalah dengan melalukan Operasi Pasar (OP) yang dilakukan bekerja sama dengan SGN dan Bulog.
"Tetapi yang jadi masalah adalah apakah stok ya ada untuk melakukan OP. Karena kenaikan harga gula ini akan meningkatkan inflasi yang harusnya dikendalikan," katanya.
Meski demikian, Adik mengaku belum ada industri yang mengeluh terjadi kelangkaan gula yang dijadikan bahan baku, karena sebagian besar industri anggota Kadin Jatim yang berbahan baku gula menggunakan gula impor atau rafinasi.
"Karena industri kan pakai gula impor, sehingga mereka belum ada yang mengeluh. Karena yang naik ini adalah gula konsumsi atau gula lokal. Kalau ada UMKM yang menggunakan gula konsumsi, maka risikonya mereka biasanya akan menaikkan harga jual produk. Dampak selanjutnya, permintaan biasanya akan turun," kata Adik.
Agar fluktuasi harga gula tidak kembali terjadi, maka pemerintah harus melakukan penataan industri gula nasional, mulai dari peningkatan produksi tebu, peningkatan rendemen hingga penambahan lahan tebu dan alih teknologi Pabrik Gula (PG).
"Pada tahun 2022, area tebu Jatim mencapai 218.373 hektar dengan rendemen 6,87 persen. Ini harus terus ditingkatkan. Untuk alih teknologi, akhir 2023 besok ada pameran industri gula di Surabaya yang diikuti oleh 15 negara. Ini bisa menjadi kesempatan bagi pelaku Pergulaan tanah air untuk melihat dan belajar dari teknologi yang digunakan industri gula luar negeri," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023