Wali Kota Surabaya Jawa Timur Eri Cahyadi mengatakan Festival Budaya yang digelar Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) St. Agnes merupakan bagian dari upaya menunjukkan jiwa kebangsaan dan sikap toleransi di kalangan pelajar.

"Saya sangat bangga dengan para pelajar SMAK St. Agnes karena ini sangat luar biasa," kata Eri Cahyadi saat menghadiri Festival Budaya yang digelar untuk merayakan Dies Natalis ke-60 SMAK St. Agnes di Gedung Merah Putih Komplek Balai Pemuda Surabaya, Jumat.

Pada kegiatan tersebut, para pelajar SMAK St. Agnes menampilkan ragam kebudayaan daerah yang ada di Indonesia melalui tampilan kesenian,  seperti musik, drama, hingga fashion show busana adat.

Menurutnya, para pelajar mampu mengenakan asal-usulnya melalui baju adat, hingga tampilan pertunjukan. Apalagi, Balai Pemuda adalah tempat berkumpulnya para pemuda tanpa memandang suku, agama, dan ras untuk menjunjung tinggi NKRI.

Senada dengan Eri, Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan Festival Budaya itu mengangkat seluruh kebudayaan, kesenian, hingga kuliner dari berbagai macam suku di Indonesia. Apalagi, Kota Surabaya yang selalu mengedepankan kemajemukan dan keberagaman.

"Saya sangat senang dan memberikan apresiasi terhadap seluruh keluarga besar SMAK St. Agnes yang sudah merayakan Dies Natalis ke-60 atau Lustrum XII. Di dalam pertunjukan tadi juga menampilkan spirit dan nilai-nilai untuk memperkuat kebhinekaan, keberagaman, sekaligus toleransi," katanya.

Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum SMAK St. Agnes Kota Surabaya Lusia Yekti Handayani mengatakan, melalui kegiatan Dies Natalis ke-60 atau yang lebih dikenal sebagai gelaran Lustrum XII pihaknya ingin mengenalkan proses pembelajaran melalui kebudayaan dan kearifan lokal yang ada di Indonesia.

Hal itu mengingat para pelajar yang ada di SMAK St. Agnes berasal dari beragam suku yang ada di Indonesia.

“Mereka belajar tentang kearifan lokal dari daerahnya masing-masing. Tetapi, mereka juga belajar tentang kearifan lokal di mana mereka menempuh pendidikan, yaitu Surabaya. Sebelumnya, mereka telah melakukan studi pustaka, lalu terjun di masyarakat untuk belajar kearifan lokal yang ada di Surabaya,” kata Lusia.

Saat terjun di lingkungan masyarakat, mereka belajar mengenal dolanan atau permainan khas Surabaya, kesenian, dan sejarah yang berkaitan dengan karakter Kota Pahlawan. Karenanya, hal paling menarik saat mereka melakukan tinjauan ke lapangan adalah ketika mengunjungi Kampung Lawas Maspati.

"Contoh dolanan, di tempat mereka juga ada. Filosofinya sama, cara bermainnya sama, hanya namanya yang berbeda,” katanya.

Lusia menjelaskan bahwa pada kegiatan tersebut  penduduk setempat juga menanam sejumlah tanaman, hingga melakukan proses pengolahan secara bersama-sama dengan warga yang lainnya. Lalu menjadikan bahan makanan untuk dipasarkan sehingga mampu meningkatkan ekonomi penduduk setempat.

"Maka Surabaya sangat tepat menjadi tempat laboratorium pembelajaran. Contoh mereka memasarkan produk dari Kampung Lawas, membuat inovasi dari makanan yang pernah mereka pelajari. Termasuk belajar bersama komunitas Begandring Soerabaia untuk mengenal isu-isu sejarah, mulai dari Sumur Jobor hingga mengenal tempat kelahiran Ir Soekarno,” katanya.

Meski demikian, Lusia mengaku bahwa kurikulum Merdeka Belajar mampu mendorong para siswa-siswi SMAK St. Agnes Kota Surabaya untuk semakin mengenal kebudayaan Bangsa Indonesia.

Hal ini sesuai dengan ajaran Ki Hadjar Dewantara, yakni anak-anak Indonesia akan semakin tumbuh berkembang ketika telah mencintai kebudayaannya.

"Belajar tentang kepahlawanan akan semakin membuat mereka mencintai NKRI serta budaya asalnya. Di kurikulum Merdeka Belajar mereka difasilitasi tentang Project Profil Penguatan Pelajar Pancasila (P5), mereka diajak untuk mendalami kearifan lokal," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023