Kediri - Warga di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, kini terpaksa mengonsumsi air kotor, karena debit dari sumber air yang semakin berkurang. "Kami dua hari sekali harus menguras air, karena yang keluar sangat kotor. Kadang bercampur dengan tanah, bahkan juga ada potongan kayu-kayu kecil," kata Kepala Desa Selopanggung, M Zairi di Kediri, Sabtu. Ia menyebutkan, saat musim kemarau seperti ini sejumlah titik mata air sudah mulai mengering. Hanya ada sekitar dua titik mata air yang saat ini masih mengeluarkan air, seperti di Sumberbetek dan Njomboran yang lokasinya masuk di kawasan Perhutani Kediri. Zairi mengatakan, debit air yang mengalir dari mata air itu kurang bisa mengaliri seluruh perumahan warga yang jumlahnya mencapai 5.000 warga. "Kalau yang atas, warga bisa langsung mengambil dari sumber mata air, tetapi, kalau yang rumahnya di bawah, mereka terpaksa mengambil dari sungai, hingga airnya kotor," katanya. Ia menyebutkan, keputusan warga untuk mengambil air dari sungai bukan tanpa alasan. Selama ini, warga tidak mempunyai bak penampung air, dan untuk membuat sumur buatan pun juga sulit. Sebenarnya, warga juga sudah mendapatkan bantuan beberapa bak penampung lewat program Water Sanitation For Low Income Communities (WSLIC). Tetapi, itu tidak mampu menjangkau seluruh rumah warga. "Ada juga bantuan dari HIPPAM (Himpunan Masyarakat Pemakai Air Minum), tetapi air yang keluar kadang juga kotor. Terlebih lagi, saat musim penghujan, air akan bertambah keruh," ujarnya. Ia mengaku, pihaknya sebenarnya telah berulangkali mengajukan kepada pemerintah setempat untuk pengadaan kolam penampung terpusat, mengingat selama ini pipa dari warga masih sporadis atau tersebar. Kolam yang diharapkann itu pun bukan hanya satu, melainkan hingga tiga buah, yaitu masing-masing untuk penampungan, penyaringan, dan penyaringan ulang, hingga airnya siap dikirim ke rumah warga. "Kami ajukan ke daerah setempat, katanya anggaran belum mampu. Saat ini, kami coba ajukan ke provinsi, dan kami harap, akan disetujui. Kasihan warga, jika harus mengonsumsi air kotor tiap hari. Untuk yang punya uang mungkin air minum bisa beli yang dari galon, tetapi jika yang ekonominya terbatas, dia terpaksa minum," ucapnya. Selain mengonsumsi air kotor, warga juga sulit untuk bercocok tanam. Hal itu disebabkan saluran irigasi satu-satunya di daerah itu juga rusak. Saluran yang dibangun sejak 1980 itu hanya diperbaiki tambal sulam saja, hingga tidak maksimal untuk mengairi sawah warga. Ia menyebutkan, untuk saat ini, warga sudah tidak bisa menanam padi maupun jagung. Bahkan, untuk ketela pohon pun juga sulit, karena cuaca yang tidak menentu saat bulan-bulan lalu. Dengan kondisi seperti itu, kata dia, warga juga hanya memanfaatkan bahan pokok yang tersisa saja, seperti jika ada ketela pohon, hanya dari sisa musim lalu ataupun panen saat ini yang memang produksinya sudah buruk. "Kalau panen tahun ini buruk, jika sebelumnya bisa dikirim ke luar, saat ini hanya untuk konsumsi sendiri. Umbi pun juga kecil-kecil," katanya. Ia berharap pemerintah bersedia menjadi penengah dari masalah ini. Ia juga meminta pemerintah membantu warga, terutama menyangkut masalah air, mengingat di daerah ini empat hari sebelumnya air sama sekali tidak keluar, karena ada saluran yang rusak.

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011