Surabaya - Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD Kota Surabaya akan menempuh jalur hukum terkait dengan instruksi Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana yang mewajibkan semua anggota dewan menggunakan absensi sidik jari (finger print) yang berlaku mulai Senin (24/7) depan. "Kami memerintahkan fraksi untuk menolak absensi (finger print). Anggota fraksi bertanggungjawab kepada konstituen bukan kepada Wishnu," kata Penasehat FPG DPRD Surabaya Adies Kadir di DPRD setempat, Jumat. Menurut dia, jika "finger print" tetap diberlakukan, hal ini akan di bawa ke ranah hukum karena ada dugaan telah terjadi penyalahgunaan wewenang. Sebelum langkah ini ditempuh, FPG ingin mengevaluasi siapa yang telah melakukan penyalahgunaan wewenang itu, apakah itu pimpinan Badan Kehormatan (BK) DPRD atau ketua DPRD. Alasan penolakan, kata Adies, karena absensi "finger print" tidak diatur dalam tata tertib (tatib) DPRD, bahkan aturan ini tidak ada di DPRD seluruh Indonesia. Sama seperti Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), menurut dia, FPG juga mempersoalkan anggaran untuk pembelian alat "finger print" yang kini sudah dipasang di depan ruangan BK itu. Diketahui alat tersebut dibeli dengan menggunakan uang pribadi Ketua BK DPRD Surabaya Agus Santoso. Padahal untuk kepentingan DPRD, alat mestinya dibiayai dengan APBD. "Segala sesuatu mestinya dibahas lewat APBD. Kami khawatir, jika ada apa-apa, kita juga yang akan repot," kata Ketua DPD Partai Golkar Surabaya ini. Adies Kadir menjelaskan segala sesuatu harus dilandaskan pada hukum. Padahal dalam tatib tidak mengatur tentang absensi anggota DPRD. "Sebagai anggota DPRD kita harus tahu betul masalah hukum karena kita ini mengerti semua aturan. Percuma jadi anggota dewan kalau melanggarnya," ujarnya. Sementara itu, Ketua BK DPRD Surabaya Agus Santoso menegaskan tidak akan gentar melawan tentangan-tentangan yang menolak "finger print". "Untuk menegakkan disiplin, saya tidak takut," kata Agus. Ia mengakui dana pembelian alat "finger print" dibiayai dengan uang pribadinya. Namun ia menerangkan langkah ini adalah untuk menyerang dirinya karena munculnya penolakan. Agus mengatakan dana dari APBD tetap akan dialokasikan yakni bisa lewat PAK 2011 atau APBD 2012. "Apalagi 'finger print' ini kan sudah disetujui di Banmus," ujar dia. Untuk itu, ia menyatakan tidak benar bila "finger print" tidak dibahas. Usulan itu sudah disepakati seluruh anggota banmus yang mengikuti rapat banmus. Nantinya, lanjut Agus yang juga anggota Komisi C ini, jika alat "finger print" sudah dibelikan lewat APBD, dirinya akan mengambil kembali alat yang telah dibelinya dengan dana pribadi itu. "Kalau alat yang baru (yang dibeli dengan dana APBD) sudah ada, biar yang lama itu saya ambil lagi. Nanti akan saya taruh di rumah saja, gampang kan," ujarnya.

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011