Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono meminta pemerintah kota meninjau ulang penerapan kebijakan penempelan stiker bertulisan "Keluarga Miskin" di rumah-rumah penduduk miskin.
"Sebenarnya banyak anggota dewan yang terkejut dengan kebijakan ini. Kebiasaan masyarakat kita, walaupun dengan segala keterbatasannya, tidak mau disebut miskin. Kenapa, karena kita masih punya martabat, punya harga diri. Karenanya atribut keluarga miskin itu perlu ditinjau ulang," katanya di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.
Adi menyebut penerapan kebijakan mengenai penempelan stiker di rumah keluarga miskin di Kota Surabaya tidak sesuai dengan komitmen bersama pemerintah kota dan DPRD.
"Komitmennya adalah dengan barcode (kode batang). Karenanya, saya berharap agar dikembalikan ke komitmen awal pada saat pembahasan yaitu penandaan berupa barcode," kata dia.
Adi juga menyoroti warna stiker penanda rumah keluarga miskin yang didominasi warna merah.
"Warnanya pun silakan (dipilih), jangan cuma warna merah. Karena banyak yang menanyakan mengapa warna merah, apalagi di tahun politik. Bisa abu-abu, ungu, atau putih," ujar dia.
Selain itu, dia menyampaikan bahwa dewan juga menyoroti pengurangan penerima bantuan makanan dari pemerintah kota.
"Seperti anak yatim yang menerima permakanan sekarang jumlahnya lebih sedikit. Apa indikasi yang menunjukkan mereka ini berubah statusnya, sehingga tidak lagi menerima permakanan. Begitu juga dengan lansia yang tidak mampu," kata dia.
Adi mengemukakan bahwa pemerintah kota semestinya mengoptimalkan pemanfaatan anggaran dana untuk penyediaan bantuan makanan yang plafonnya Rp113 miliar.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Anna Fajriatin sebelumnya menyampaikan bahwa warga yang tergolong miskin umumnya tidak keberatan dengan kebijakan pemerintah kota menempelkan stiker penanda di rumah mereka, tetapi ada juga warga yang menolak rumahnya ditempeli stiker.
Dia mengatakan bahwa aparat pemerintah kelurahan dan kecamatan akan mendata warga miskin yang menolak rumahnya ditempeli stiker serta melaporkannya ke pemerintah kota.
Menurut dia, warga yang menolak rumahnya ditempeli stiker penanda keluarga miskin selanjutnya dapat diusulkan untuk dikeluarkan dari daftar warga dengan kategori miskin yang membutuhkan bantuan sosial dari pemerintah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Sebenarnya banyak anggota dewan yang terkejut dengan kebijakan ini. Kebiasaan masyarakat kita, walaupun dengan segala keterbatasannya, tidak mau disebut miskin. Kenapa, karena kita masih punya martabat, punya harga diri. Karenanya atribut keluarga miskin itu perlu ditinjau ulang," katanya di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.
Adi menyebut penerapan kebijakan mengenai penempelan stiker di rumah keluarga miskin di Kota Surabaya tidak sesuai dengan komitmen bersama pemerintah kota dan DPRD.
"Komitmennya adalah dengan barcode (kode batang). Karenanya, saya berharap agar dikembalikan ke komitmen awal pada saat pembahasan yaitu penandaan berupa barcode," kata dia.
Adi juga menyoroti warna stiker penanda rumah keluarga miskin yang didominasi warna merah.
"Warnanya pun silakan (dipilih), jangan cuma warna merah. Karena banyak yang menanyakan mengapa warna merah, apalagi di tahun politik. Bisa abu-abu, ungu, atau putih," ujar dia.
Selain itu, dia menyampaikan bahwa dewan juga menyoroti pengurangan penerima bantuan makanan dari pemerintah kota.
"Seperti anak yatim yang menerima permakanan sekarang jumlahnya lebih sedikit. Apa indikasi yang menunjukkan mereka ini berubah statusnya, sehingga tidak lagi menerima permakanan. Begitu juga dengan lansia yang tidak mampu," kata dia.
Adi mengemukakan bahwa pemerintah kota semestinya mengoptimalkan pemanfaatan anggaran dana untuk penyediaan bantuan makanan yang plafonnya Rp113 miliar.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Anna Fajriatin sebelumnya menyampaikan bahwa warga yang tergolong miskin umumnya tidak keberatan dengan kebijakan pemerintah kota menempelkan stiker penanda di rumah mereka, tetapi ada juga warga yang menolak rumahnya ditempeli stiker.
Dia mengatakan bahwa aparat pemerintah kelurahan dan kecamatan akan mendata warga miskin yang menolak rumahnya ditempeli stiker serta melaporkannya ke pemerintah kota.
Menurut dia, warga yang menolak rumahnya ditempeli stiker penanda keluarga miskin selanjutnya dapat diusulkan untuk dikeluarkan dari daftar warga dengan kategori miskin yang membutuhkan bantuan sosial dari pemerintah. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023