Pertunjukan tari kolosal Festival Gandrung Sewu yang dibawakan 1.284 orang penari dari anak-anak hingga orang dewasa berhasil memukau ribuan penonton yang memadati Pantai Boom Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (29/10).
"Saya merinding menontonnya. Padahal saya sudah berkali-kali menonton Gandrung Sewu," kata Adhitya Putra, salah seorang wisatawan asal Jakarta.
Bahkan, seorang wisatawan asal Jerman, Aaric, mengaku sengaja menetap lebih lama di Banyuwangi untuk menonton Festival Gandrung Sewu. Ia mengapresiasi para penari gandrung yang tampik atraktif dan memesona.
"Ini pertunjukan kelas dunia," kata Aaric.
Antusias penonton yang hadir untuk menyaksikan Festival Gandrung Sewu sangat tinggi. Bahkan, dua jam sebelum pertunjukan dimulai sekitar pukul 15.30 WIB, kepadatan kendaraan telah terlihat dari pintu gerbang Pantai Boom.
Festival Gandrung Sewu yang telah digelar sejak 2012, tahun ini kembali dihelat secara offline setelah pada 2021 dilaksanakan secara hybrid dan tahun 2020 ditiadakan karena ada pandemi COVID-19.
Turut hadir menyaksikan atraksi budaya Banyuwangi itu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi R Kurleni Ukar, dan Asisten Deputi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Kemenparekraf Kosmas Harefa.
Ada pula Pelaksana Tugas Kepala BKN Indonesia Bima Haria Wibisana, Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri Eko Prasetyanto, Kepala Arsip Nasional Imam Gunarto, dan tamu undangan lainnya. Wabup Sugirah dan jajaran Forkopimda Banyuwangi hadir untuk menyemangati para seniman muda tersebut.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan agenda tahunan Festival Gandrung Sewu adalah upaya mengangkat pamor budaya tari gandrung. Ia menilai gandrung sewu menjadi perekat kecintaan pemuda terhadap budaya lokal.
"Meski banyak budaya barat dan K-Pop Korea yang masuk ke negeri ini, ternyata tidak menyurutkan kecintaan anak-anak muda Banyuwangi terhadap seni budaya asli daerahnya. Kalian luar biasa," ujar Ipuk memuji para penari gandrung.
Bupati Ipuk mengaku bangga karena anak-anak muda sangat antusias untuk terlibat di Festival Gandrung Sewu. Hal ini terlihat dari pendaftar yang mengikuti seleksi menjadi penari untuk tampil pada Festival Gandrung Sewu mencapai lebih 3.000 orang, yang akhirnya terpilih 1.284 penari.
"Saya sangat bangga. Terima kasih anak-anakku. Terima kasih para orang tua, pelatih dan semua yang terlibat dalam festival ini," katanya.
Menurut Ipuk, Festival Gandrung Sewu bukan hanya perhelatan pariwisata, tapi bagian untuk memajukan budaya daerah. "Selain unjuk seni, Gandrung Sewu upaya regenerasi pecinta dan pelaku seni Banyuwangi," ucapnya.
Gandrung Sewu, lanjut Ipuk, menjadi sarana untuk menggerakkan modal sosial dan yang paling penting Gandrung Sewu mampu menggeliatkan ekonomi daerah.
"Warung dan restoran rakyat ramai diserbu ribuan wisatawan, penginapan penuh, wisatawan belanja oleh-oleh. Dari transformasi, UMKM, dan akomodasi semua bergeliat karena Gandrung Sewu," tuturnya.
Tahun ini, tema yang diusung Festival Gandrung Sewu adalah "Sumunare Tlatah Blambangan" atau Kilau Bumi Blambangan, sebuah kisah Banyuwangi semasa masih menjadi kawasan Kerajaan Blambangan. Kala itu, kerajaan dilanda wabah, bahkan sang putri raja bernama Dewi Sekardadu terjangkit wabah itu.
Tak seorang pun mampu menyembuhkan sang putri hingga datang seorang ulama bernama Syekh Maulana Ishak ke Blambangan. Kedatangan Syekh Maulana Ishak berhasil menyingkirkan wabah dari Blambangan. Kisah inilah yang menjadi fragmen utama dalam Gandrung Sewu kali ini. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Saya merinding menontonnya. Padahal saya sudah berkali-kali menonton Gandrung Sewu," kata Adhitya Putra, salah seorang wisatawan asal Jakarta.
Bahkan, seorang wisatawan asal Jerman, Aaric, mengaku sengaja menetap lebih lama di Banyuwangi untuk menonton Festival Gandrung Sewu. Ia mengapresiasi para penari gandrung yang tampik atraktif dan memesona.
"Ini pertunjukan kelas dunia," kata Aaric.
Antusias penonton yang hadir untuk menyaksikan Festival Gandrung Sewu sangat tinggi. Bahkan, dua jam sebelum pertunjukan dimulai sekitar pukul 15.30 WIB, kepadatan kendaraan telah terlihat dari pintu gerbang Pantai Boom.
Festival Gandrung Sewu yang telah digelar sejak 2012, tahun ini kembali dihelat secara offline setelah pada 2021 dilaksanakan secara hybrid dan tahun 2020 ditiadakan karena ada pandemi COVID-19.
Turut hadir menyaksikan atraksi budaya Banyuwangi itu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi R Kurleni Ukar, dan Asisten Deputi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Kemenparekraf Kosmas Harefa.
Ada pula Pelaksana Tugas Kepala BKN Indonesia Bima Haria Wibisana, Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri Eko Prasetyanto, Kepala Arsip Nasional Imam Gunarto, dan tamu undangan lainnya. Wabup Sugirah dan jajaran Forkopimda Banyuwangi hadir untuk menyemangati para seniman muda tersebut.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan agenda tahunan Festival Gandrung Sewu adalah upaya mengangkat pamor budaya tari gandrung. Ia menilai gandrung sewu menjadi perekat kecintaan pemuda terhadap budaya lokal.
"Meski banyak budaya barat dan K-Pop Korea yang masuk ke negeri ini, ternyata tidak menyurutkan kecintaan anak-anak muda Banyuwangi terhadap seni budaya asli daerahnya. Kalian luar biasa," ujar Ipuk memuji para penari gandrung.
Bupati Ipuk mengaku bangga karena anak-anak muda sangat antusias untuk terlibat di Festival Gandrung Sewu. Hal ini terlihat dari pendaftar yang mengikuti seleksi menjadi penari untuk tampil pada Festival Gandrung Sewu mencapai lebih 3.000 orang, yang akhirnya terpilih 1.284 penari.
"Saya sangat bangga. Terima kasih anak-anakku. Terima kasih para orang tua, pelatih dan semua yang terlibat dalam festival ini," katanya.
Menurut Ipuk, Festival Gandrung Sewu bukan hanya perhelatan pariwisata, tapi bagian untuk memajukan budaya daerah. "Selain unjuk seni, Gandrung Sewu upaya regenerasi pecinta dan pelaku seni Banyuwangi," ucapnya.
Gandrung Sewu, lanjut Ipuk, menjadi sarana untuk menggerakkan modal sosial dan yang paling penting Gandrung Sewu mampu menggeliatkan ekonomi daerah.
"Warung dan restoran rakyat ramai diserbu ribuan wisatawan, penginapan penuh, wisatawan belanja oleh-oleh. Dari transformasi, UMKM, dan akomodasi semua bergeliat karena Gandrung Sewu," tuturnya.
Tahun ini, tema yang diusung Festival Gandrung Sewu adalah "Sumunare Tlatah Blambangan" atau Kilau Bumi Blambangan, sebuah kisah Banyuwangi semasa masih menjadi kawasan Kerajaan Blambangan. Kala itu, kerajaan dilanda wabah, bahkan sang putri raja bernama Dewi Sekardadu terjangkit wabah itu.
Tak seorang pun mampu menyembuhkan sang putri hingga datang seorang ulama bernama Syekh Maulana Ishak ke Blambangan. Kedatangan Syekh Maulana Ishak berhasil menyingkirkan wabah dari Blambangan. Kisah inilah yang menjadi fragmen utama dalam Gandrung Sewu kali ini. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022