Komisi B DPRD Kota Surabaya menilai program padat karya yang diinisiasi pemerintah kota setempat sebagai langkah dalam meningkatkan perekonomian bagi keluarga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih belum maksimal.
"Program ini bagus untuk masyarakat. Namun, sayangnya pemkot kurang maksimal dalam pengelolaan rumah padat karya," kata Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya Zuhrotul Mar’ah di Surabaya, Jumat.
Zuhro mengatakan, ketidakmaksimalan tersebut dikarenakan belum adanya pendampingan yang serius kepada MBR yang menjadi pelaku-pelaku usaha di rumah padat karya tersebut. Dia lantas mencontohkan, program Padat karya maggot di wilayah Kecamatan Krembangan.
Menurut dia, mereka sudah menjalankan program padat karya selama tiga bulan, namun masih belum bisa maksimal sehingga belum memiliki penghasilan yang layak.
"Info dari ketuanya, penghasilan mereka masih Rp500 sampai Rp700 ribu per bulan," kata dia.
Kondisi demikian, lanjut dia, harus ada pendampingan maksimal dari Pemkot Surabaya.
"Mungkin pemkot harus memaksimalkan pendampingan sehingga tujuan dari meningkatkan pendapatan bagi MBR ini bisa terealisasi," kata dia.
Pendampingan itu, kata Zuhro, bisa berupa pendampingan teknis dan pendampingan SDM. Kemudian ada Evaluasi dan monitoring dari pihak yang diberi tanggung jawab di sana.
"Sementara ini saya lihat tidak ada, dan diserahkan kepada masing-masing kelompok," ujar dia.
Sementara itu, Pemerintah Kota Surabaya terus memaksimalkan keberadaan lahan aset yang tersebar di 31 kecamatan untuk Rumah Padat Karya.
Bahkan, lahan aset yang digunakan tersebut, sudah menyerap ratusan tenaga kerja dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di wilayah sekitar dari mulai lahan kosong, Bekas Tanah Kas Desa (BTKD), tambak, hingga Taman Hutan Raya (Tahura), dikelola MBR dengan bermacam-macam klasifikasi bidang usaha.
Ada pertanian, perikanan, peternakan, laundry, cuci motor, jahit, potong rambut, kafe hingga budidaya maggot.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Program ini bagus untuk masyarakat. Namun, sayangnya pemkot kurang maksimal dalam pengelolaan rumah padat karya," kata Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya Zuhrotul Mar’ah di Surabaya, Jumat.
Zuhro mengatakan, ketidakmaksimalan tersebut dikarenakan belum adanya pendampingan yang serius kepada MBR yang menjadi pelaku-pelaku usaha di rumah padat karya tersebut. Dia lantas mencontohkan, program Padat karya maggot di wilayah Kecamatan Krembangan.
Menurut dia, mereka sudah menjalankan program padat karya selama tiga bulan, namun masih belum bisa maksimal sehingga belum memiliki penghasilan yang layak.
"Info dari ketuanya, penghasilan mereka masih Rp500 sampai Rp700 ribu per bulan," kata dia.
Kondisi demikian, lanjut dia, harus ada pendampingan maksimal dari Pemkot Surabaya.
"Mungkin pemkot harus memaksimalkan pendampingan sehingga tujuan dari meningkatkan pendapatan bagi MBR ini bisa terealisasi," kata dia.
Pendampingan itu, kata Zuhro, bisa berupa pendampingan teknis dan pendampingan SDM. Kemudian ada Evaluasi dan monitoring dari pihak yang diberi tanggung jawab di sana.
"Sementara ini saya lihat tidak ada, dan diserahkan kepada masing-masing kelompok," ujar dia.
Sementara itu, Pemerintah Kota Surabaya terus memaksimalkan keberadaan lahan aset yang tersebar di 31 kecamatan untuk Rumah Padat Karya.
Bahkan, lahan aset yang digunakan tersebut, sudah menyerap ratusan tenaga kerja dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di wilayah sekitar dari mulai lahan kosong, Bekas Tanah Kas Desa (BTKD), tambak, hingga Taman Hutan Raya (Tahura), dikelola MBR dengan bermacam-macam klasifikasi bidang usaha.
Ada pertanian, perikanan, peternakan, laundry, cuci motor, jahit, potong rambut, kafe hingga budidaya maggot.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022